Final Fantasy 7 Cloud Strife

Sabtu, 15 November 2014

Menganalisis fenomena di media sosial dan Internet Addiction



1.         Analisis fenomena di media social (bullying) terhadap seseorang. Contoh kasus baru itu terhadap Presiden Jokowi. Dalam lingkup ilmu Psikologi, motif apa yang sebenarnya  yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Pantaskah hukuman yang diberi sesuai dengan perilakunya ?
Jawab:
BUKITINGGI - Hasil pemeriksaan yang dilakukan Tim Pemeriksaan Psikologi, sejak 12 sampai 17 Oktober 2014 terhadap kasus bullying SD Trisula Perwari Bukittinggi, Sumatera Barat, akhirnya terungkap. Kasus ini terjadi karena faktor lemahnya fungsi pengawasan keluarga dan lingkungan.
Menurut Ketua Tim Psikologi, Yosi Molina dalam perspektif psikologi, korban maupun pelakunya sama-sama korban.
"Fungsi keluarga yang lemah, mencakup pola asuh yang permisif, ditambah peran ayah yang tidak kuat. Hal ini akan menyebabkan tidak tegaknya aturan dasar keluarga dan tidak paham batasan," kata Yosi di Universitas Negeri Padang (UNP) Bukittinggi, Jalan Batang Masang, Jumat (17/10/2014).
Dia menambahkan, penyebab lainnya adalah belum efektifnya komunikasi dalam keluarga, sehingga menyebab anak mencari bentuk lain yang negatif.
Kemudian, orangtua kurang memperhatikan perubahan prilaku dan sikap anak setiap hari. "Seperti anak tiba-tiba diam, tidak bisa ekspresikan perasaan. Kurang mendapatkan bekali anak dengan pemahaman dasar yang dapat mencegah bullying dan pelecehan," paparnya.
Sementara masalah lingkungan, menurut Yosi Molina, anak-anak sudah terpengaruh oleh game online dan tayangan televisi yang bersifat kekerasan.
"Ini memberikan dampak negatif, anak-anak merasa takut, kawatir, ini tahu, ingin mencoba dan meningkatkan perilaku agresif," ucapnya.
Keterangan Tim Pemeriksaan Psikologis ini membuat beberapa wartawan kecewa karena tidak mendetail dan memberikan kronologis yang jelas dengan alasan kode etik.
"Kita tidak bisa memberikan detail baik itu klien maupun orang tua kedua belah siswa," tegasnya.
Yosi menerangkan, pihaknya telah membuat laporan setebal 16 halaman yang diserahkan ke Pemkot Bukittingi secara resmi. "Tapi ini masih ada laporan detail perklien," tutupnya.(fid)

Analisis Kasus :
Bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/ kekuasaan yang dilakukan oleh seorang/ sekelompok. Pihak yang kuat disini bukan berarti kuat dalam ukuran fisik, tapi bisa juga kuat secara mental. Dalam hal ini sang korban bullying tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya karena lemah secara fisik atau mental. Yang perlu dan sangar penting kita perhati-hatikan adalah bukan  sekedar tindakan yang dilakukan, tetapi dampak tindakan tersebut bagi si korban.
Menurut saya dalam kasus bullying yang terjadi pada anak-anak ini adalah kurangnya pengawasan orangtua maupun guru-guru mereka di sekolah. Kurangnya pengawasan orangtua, contohnya: orangtua tidak memperhatikan tayangan yang ditonton oleh sang anak, sehingga sang anak menkionton film yang non- edukatif, seperti film yang mencerminkan terjadinya penganiayaan terhadap orang lain sehingga sang anak ingin mencoba, karena rasa ingin tahu pada anak-anak begitu besar.
Motif sang anak dalam ilmu psikologi  atas kasus ini adalah mereka ingin mendapatkan kebahagiaan karena menurut mereka korban kasus bullying adalah sebuah candaan yang bisa membuat mereka tertawa dan puas. Apalagi ditambahkan tindakan mereka mem-bully temannya diunggah ke salah satu media sosial yaitu Youtube. Mereka merasa senang apabila unggahan mereka banyak yang melihat dan mereka merasa senang karena telah membuat banyak orang tertawa, itu menurut pemikiran mereka.
Menurut saya ciri-ciri anak yang seperti ini dilihat dari ilmu psikologi termasuk ke dalam kategori anak-anak psikopat, karena mereka merasa senang telah menyiksa orang lain ditambah dengan menggunggahnya di Youtube. Anak-anak yang menjadi pelaku kasus bullying ini terkena gangguan psikopatologi. Karena dalam video yang diunggah di Youtube juga terlihat bahwa salah seorang anak tersenyum dan bergembira atas kejadian ini. Mereka senang telah menyiksa temannya. Menurut mereka ini lucu, dan dapat membuat mereka semua senang atas semua perlakuan mereka walaupun mereka sedang menyiksa temannya.
Psikopatologi adalah suatu ilmu yang mempelajari proses dan perkembangan gangguan mental. Perkembangan penanganan gaangguan mental berkembang mulai dari zaman kuno (Yuhani) hingga zaman sekarang (modern). Terdapat perbedaan penanganan gangguan abnormalitas jiwa, karena perbedaan paradigma berpikir manusia dari zaman kezaman.
Psikopatologi anak Mempelajari gangguan psikologis atau tingkahlaku patologis pada anak dan remaja. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa psikopatologi adalah gangguan kepribadian. Menurut Shafii psikopatologi istilah yang mengacu pada baik studi tentang penyakit mental atau tekanan mental atau manifestasi perilaku dan pengalaman yang mungkin menunjukkan penyakit mental atau gangguan psikologis. Chaplin juga menyatakan psikopatologi (psychopathology) adalah cabang psikologi yang berkepentingan untuk menyelidiki penyakit atau gangguan mental dan gejala-gejala abnormal lainnya. Psikopatologi atau sakit mental adalah sakit yang tampak dalam bentuk perilaku dan fungsi kejiwaan yang tidak stabil. Istilah psikopatologi mengacu pada sebuah sindroma yang luas, yang meliputi ketidaknormalan kondisi indra, kognitif, dan emosi.
Sedangkan Alexander Theron mendefinisikan psikopatologi dengan penyakit jiwa atau gangguan jiwa (mental disorder) dimana gangguan jiwa terdiri dari ketidakmampuan berfungsinya seseorang sebegitu jauh sehingga ia tak dapat mencapai pemuasan yang cukup memadai terhadap kebutuhan-kebutuhan jasmaniyah dan perasaannya bagi dirinya sendiri dan sebegitu jauh ia tak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan tingkah laku yang dituntut oleh masyarakat dimana ia hidup.
Jadi pengertian ini menunjukkan bahwa manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakatnya tidak mampu berfungsi baik dalam pemenuhan kebutuhan rohaniyah untuk kehidupan pribadinya sendiri dan juga untuk kebutuhan lingkungannya. Ketidakmampuan inilah yang menjadi sumber pokok dari apa yang disebut gangguan jiwanya.
Anak-anak terkadang mengalami kesukaran emosional, karena perubahan tuntutan hidup dan perubahan sikap orang tuanya, di samping pertumbuhan diri pribadi mereka, yang terkadang tidak dimengerti oleh orang tuanya. Terapi yang diberikan kepada anak yang mengalami gangguan emosi diantaranya adalah dengan menggunakan pendekatan non-directive therapy dan menggunakan permainan.

Psikopatologi Anak
1)             Gangguan Tingkah Laku
Pengertian ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) Hyperactive adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah, suka meletup-letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan.
2)             Ciri-ciri:
a.    Anak sangat sulit memusatkan perhatian dalam waktu yang sama (konsentrasi hanyasesaat dan sering berganti-ganti aktivitas)
b.    Tubuh selalu bergerak (sering terlihat di kelas atau saat makan)
c.    Impulsif (anak tidak sabar menunggu atau bertindak sebelum berpikir)
d.   Kadang-kadang tidak bisa disiplin
e.    Prestasi di sekolah rendah cenderung mengalami kecelakaan (jatuh, terbentur dan sebagainya) pola-pola tersebut terjadi pada hampir semua situasi, yakni di rumah, sekolah dan waktubermain. Jadi aktivitas fisik anak yang sangat berlebihan memang belum tentu abnormal.

3)             Diagnosa banding ada beberapa gangguan yang menunjukkan ciri-ciri serupa, yakni :
a.    Gangguan fisik khas epilepsi (ayan), sindroma fetal alkohol (bayi dilahirkan dari ibu yangalkoholik), dan penyakit kelenjar tiroid.
b.    Gangguan emosional yang menyeluruh, dengan menunjukkan kecemasan (anxiety) dan depresi autisme, yakni kegagalan berbahasa atau bersosialisasi.
c.    Gangguan tingkah laku (anak menunjukkan sikap menentang, meski tidak sulitmemusatkan perhatian)
d.   Retardasi mental ringan dan kesulitan belajar dan tingkah laku yang disebabkan adanya problema orangtua - anak.

4)             Berikut ciri-ciri psikopatologi pada anak:
a.    Sering berbohong. Jika ketahuan, ia tak peduli dan akan menutupinya dengan mengarang kebohongan lainnya, bahkan mengolahnya seakan-akan itu fakta.
b.    Pandai melucu dan pintar bicara. Mereka menguasai pengetahuan di bidang seni, puisi, dan sastra. Pandai mengarang cerita yang membuatnya terkesan positif
c.    Impulsif dan sulit mengendalikan diri; emosi tinggi, tantrum, dan agresif. Mudah terpicu amarahnya oleh hal-hal kecil, mudah bereaksi terhadap kekecewaan, kegagalan, kritik, dan mudah menyerang orang hanya karena hal sepele.
d.   Tidak memiliki respons fisiologis yang normal; seperti rasa takut yang ditandai tangan berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, tegang, gemetar bila melakukan kesalahan.
e.    Saat sedih dan gembira, ekspresinya tidak terlalu kelihatan.
f.     Tidak punya rasa sesal dan rasa bersalah, sering menyangkal akibat tindakannya dan tidak memiliki alasan untuk peduli.
g.    Senang melakukan pelanggaran dan peraturan keluarga atau sekolah.
h.    Kurang empati terhadap perasaan keluarga dan teman sepermainan.
i.      Egosentris dan menganggap dirinya hebat.
j.      Agresif, menantang nyali dan perkelahian, tidur larut malam, dan sering ke luar rumah.
k.    Tidak mau bertanggungjawab, dan melakukan berbagai hal demi kesenangan belaka.
l.      Persuasif dan memesona di permukaan.
m.  Butuh stimulasi dan gampang bosan.
n.    Memiliki IQ tinggi.

5)             Gejala psikopatologi anak:
a.    Sering berbohong, fasih, dan dangkal
b.    Egosentris dan menganggap dirinya hebat.
c.    Senang melakukan pelanggaran ketika waktu kecil
d.   Tidak mampu bertanggung jawab dan melakukan hal-hal demi kesenangan belaka.

6)             Pengobatan psikopatologi terhadap anak:
Anak-anak yang masih dibawah umur tidak pantas dimasukkan ke dalam penjara ataupun dikenakan sanksi serupa, karena anak dibawah umur masih perlu bimbingan dari orang dewasa di sekitarnya. Orang dewasa harus bisa selalu memperhatikan semua aktivitas yang dilakukan oleh sang anak sehingga sang anak mengerti moral yang lebih baik.
Dalam sekolah guru-guru harus bisa memperhatikan semua muridnya. Harus ada pelajaran yang bisa menanamkan moral yang baik terhadap anak sehingga anak bisa mengerti semua perilaku yang baik.
Menurut saya hukuman yang diberikan oleh pihak berwajib terhadap pelaku anak-anak ini sesuai dengan usianya. Mereka hanya perlu bimbingan agar memiliki perilaku yang lebih baik. Seharusnya yang dihukum bukanlah sang anak akan tetapi orang dewasa di sekitarnya, karena mereka tidak bisa membimbing anak-anak mereka.

2.       Coba jelaskan tentang fenomena addiction yang terjadi sebagai dampak interaksi manusia dengan internet. Poin-poin:
a.    Faktor etiologi
b.    Jenis-jenis adiksinya

Jawab:
Penegertian Internet Adiksi
Internet addiction oleh Young (dalam Tuapattimaja & Rahayu) diungkapkan sebagai sebuah syndrome yang ditandai dengan menghabiskan banyak waktu dalam menggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online, orang-orang yang menunjukkan syndrome ini akan merasa cemas, depresi,atau hampa saat tidak online di internet serta menyebabkan korbannya mulai menyembunyikan tingkat ketergantungannya terhadap internet tersebut.
Penggunaan internet yang berlebihan mencapai presentase 52% sangat jauh berbeda dengan yang kecanduan internet yang hanya mencapai 8% saja. Walaupun masalah kecanduan internet hanya mencapai presentase yang sedikit, tetapi melihat presentase penggunaan internet yang berlebihan mencapai 52% perlu diperhatikan lagi permasalahan ini, karena kecanduan internet bermula dari keasyikan kita berlama-lama menggunakan internet, lambat laun kita akan merasa cemas dengan tidak bermain internet, dan lama-kelamaan akan menjadi pecandu internet yang sulit lepas dari internet dan berdampak kurang baik dalam aspek psikologis (neuroticism, extraversion, kecemasan sosial, kesepian emosional, kesepian sosial, dukungan sosial, dan dukungan sosial internet).

CONTOH KASUS:
Baru bangun tidur, setelah semalaman beristirahat, langsung pegang gadget. Bisa BBM, tablet, atau laptop. Lho, ada perlu apa? Untuk kembali online dan melihat kabar dari teman-teman di jejaring sosial. Ada yang semalam suntuk tidak bisa tidur, ada yang mengomentari pertandingan bola, ada yang sharing macam-macam. Tips, curhat soal teman atau kekasih, berita-berita politik, membaca tautan dari laman gosip, dan lainnya
Jeda kegiatan hanya sebentar. Diselingi mandi, bersiap-siap, dan sarapan. Berangkat kerja? Menuju kantor, kembali online, fokus pada gadget di perjalanan. Masuk kantor, kerjaan diselingi kegiatan memperbarui dan mengomentari berbagai status teman. Jam istirahat, apalagi. Habis makan siang, merasa mengantuk dan bosan, akhirnya online lagi.
Pulang kerja, menemani perjalanan di jalan, saling sapa kabar dan rencana akhir pekan. Oke, lalu lintas yang macet cukup jadi inspirasi untuk melampiaskan kekesalan. Sampai rumah, makan malam dan bersih-bersih. Jika sempat nonton, TV diamati. Jelang malam, online sebentar untuk lihat apa yang terbaru. Buat status selamat malam, dikomentari, terlibat obrolan, ngalor-ngidul, sampai tengah malam. Mata terpejam, tidur, dan bangun pagi untuk melihat adakah lanjutan dari obrolan semalam di jejaring sosial.
Tanpa disadari, berselancar dan menikmati dunia maya, terutama pada jejaring sosial, telah membuat banyak orang “ketergantungan” dengannya. Tidak berlebihan bila dikatakan kecanduan, mengingat mereka bisa seharian memandangi layar internet.
Kaidah umumnya, segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Begitu pula fenomena ini. Seorang ahli di Malaysia mengatakan, orang yang kerap membuka jejaring sosial, baik itu di kantor, rumah, di jalan, dan tempat lainnya, akan menjauhkannya dari interaksi langsung dengan orang lain. Makin cepat dan mudah diakses, makin sering dan lama, efeknya kian terasa. Psikolog dan penasihat, Adnan Omar memberi contoh dampaknya pada pasangan.
“Contohnya, banyak pasangan yang kehilangan kesempatan bertemu langsung atau pergi makan malam. Mereka cukup puas dengan berinteraksi di internet, sekadar mengencek surel dari perangkat telekomunikasi mereka.”
Hal ini patut dikhawatirkan mengingat kemampuan interaksi kita dengan manusia lain akan perlahan menghilang.
“Jika Anda,” lanjut Adnan, “menghabiskan waktu sekitar 25 jam selama sepekan untuk jejaring sosial dibandingkan beraktivitas ataupun alasan akademis lainnya, itu artinya Anda telah kecanduan. Anda telah dimudahkan kondisi internet yang gampang tersedia, dan Anda tak perlu mematikannya.”
Sebagai seorang psikolog, Adnan mengungkapkan bahwa banyak pecandu jejaring sosial merasa kecewa ketika status atau posting-nya tidak direspon. Mereka, menurut Adnan, sebenarnya memposting berbagai macam hal untuk menunggu respons balik, sebuah perilaku untuk memuaskan kondisi batin. Memang ada faktor lain, yaitu menghabiskan waktu. Akan tetapi, kian mudahnya teknologi, harusnya juga diiringi dengan kebijaksanaan. Menghabiskan waktu di jejaring sosial jelas tidak baik dan dapat mengurangi produktivitas kerja kita.
Perkembangan teknologi saat ini menjadikan internet menjadi hal yang penting dalam kehidupan manusia. Bukan hal yang mustahil bila ada orang yang merasa kecanduan dan susah untuk meninggalkan kebiasaan menggunaan internet. Salah satu gejala kecanduan internet adalah sering lupa waktu saat mengakses internet. Bahkan beberapa orang meninggal usai bermain video game online selama beberapa hari tanpa berhenti, akibat penggumpalan darah yang terjadi akibat tidak berpindah-pindah.Kecanduan internet pada anak-anak merupakan simtom psikologis dan berkaitan dengan gangguan fisiologis yang muncul dalam bentuk ketergantungan yang berlebihan terhadap World Wide Web.
Kecanduan internet mempunyai gejala serupa dengan kecanduan obat-obatan. Hal itu secara khusus telah diteliti di negara-negara di Asia seperti China dan Korea Selatan. Dengan internet sebagai teman terdekat setiap saat, hal itu kecanduan internet adalah hal yang bukan mustahil. Beberapa ahli kejiwaan  menyebut keadaan itu sebagai Internet Addiction Disorder or Problematic Internet Use(Gangguan kecanduan internet atau penggunaan internet yang problematik). Sebagai contoh, kebanyakan penelitian menemukan kecanduan internet lebih umum terjadi pada laki-laki, tetapi beberapa menemukan jumlah perempuan lebih besar atau tak ada perbedaan gender. Penelitian lanjutan dibutuhkan untuk hal ini

A.           Faktor Etiologi
Kecanduan didefinisikan sebagai dorongan kebiasaan untuk terlibat dalam aktivitas tertentu atau menggunakan zat, bukan dengan berdiri konsekuensi buruk pada individu fisik, sosial, spiritual, mental, dan kesejahteraan finansial. Alih-alih mengatasi hambatan hidup, mengatasi stres sehari-hari dan menghadapi trauma masa lalu atau sekarang, pecandu merespon maladaptif dengan beralih ke mekanisme koping semu. Biasanya, kecanduan memanifestasikan karakteristik psikologis dan fisik. Sebagai kecanduan perilaku, fokus pada isu-isu psikologis yang meningkatkan konsumsi internet adalah membantu untuk membantu dalam pemahaman klinis mengapa orang berlebihan.
1)        Cognitive-behavioral Model: Kecanduan teknologi sebagai bagian dari kecanduan perilaku: kecanduan internet menampilkan komponen inti dari kecanduan (kedudukan kentara, mood modifikasi, toleransi, penarikan, konflik dan kambuh). Dari perspektif ini, pecandu internet ditampilkan arti-penting kegiatan, sering mengalami keinginan dan perasaan disibukkan dengan internet saat offline. Ia juga menunjukkan bahwa menggunakan internet sebagai cara untuk menghindari perasaan mengganggu, mengembangkan toleransi internet untuk mencapai kepuasan, mengalami penarikan, kapan mengurangi penggunaan intenet, penderitaan saat meningkatnya konflik dengan orang lain karena aktivitas, dan kambuh kembali ke internet juga tanda-tanda kecanduan. Model ini telah diterapkan pada perilaku seks tersebut, berjalan, konsumsi makanan, dan perjudian.

2)        Neuropsychological Model: Seorang individu akan diklasifikasikan sebagai pecandu internet asalkan ia memenuhi siapa pun dari tiga kondisi berikut:

a.       salah satu akan merasa bahwa lebih mudah untuk mencapai aktualisasi diri secara online daripada di kehidupan nyata,
b.      salah satu akan pengalaman dysphoria dan depresi setiap kali akses ke internet rusak atau kusut berfungsi,
c.       orang akan mencoba untuk menyembunyikan waktu penggunaan yang benar nya dari anggota keluarga.

3)        Situational Factors: Faktor situasional berperan dalam pengembangan kecanduan internet. individu yang merasa kewalahan atau yang mengalami masalah pribadi atau yang experince mengubah hidup acara seperti divorve arecent, relokasi, atau kematian dapat menyerap diri dalam dunia maya yang penuh fantasi dan intrik.

B.            Jenis-jenis Adiksi
Menurut Griffiths (2005) telah mencantumkan enam dimensi untuk menentukan apakah individu sudah digolongkan sebagai pecandu internet. Dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

1)      Salience hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran individu (pre-okupasi atau gangguan kognitif), perasaan (merasa sangat butuh), dan tingkahlaku(kemunduran dalam perilaku sosial).

2)      Mood modification merupakan Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet. Dimana terdapat perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stress) saat perilaku kecanduan itu muncul.
3)      Tolerance merupakan proses dimana terjadinya peningkatan jumlah penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari mood. Demi mencapai kepuasan, jumlah penggunaan internet meningkat secara mencolok. Kepuasaan yang diperoleh dalam menggunakan internet secara terus menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya seperti sebelumnya, maka individu secara berangsur-angsur harus meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi, contohnya pemain tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah waktu pertama bermain sebelummencapai waktu yang lama.

Withdrawal symptoms Merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan hal iniberpengaruh pada fisik seseorang, perasaan dan efek antara perasaan dan fisik (seperti, pusing, insomnia) atau psikologisnya (misalnya, mudah marah atau mood.

Referensi:

Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa). Bullying Mengatasi Kerasan di Sekolah dan Lingkungan. (2008). Jakarta: PT. Grasindo
http://rusdiniprianto.blogspot.com/2013/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html