A.
Memilih Pasangan
Memilih pasangan hidup bukanlah perkara mudah. Pasalnya, banyak
orang yang merasa tidak sreg ketika mereka ditawari untuk memilih suami atau
memilih istri, tak seperti memilih pacar yang bisa dengan mudah dilakukan.
Menurut mereka, pasangan hidup adalah orang yang diajak untuk susah senang
bersama, yang diharapkan hanya akan ada yang pertama dan yang terakhir.Itu
sebabnya memilih pasangan hidup jauh lebih susah dibandingkan dengan memilih
pekerjaan atau tempat sekolah.
Dalam memilih pasangan hidup, baik bagi laki-laki maupun perempuan
keduanya memiliki hak untuk memilih yang paling tepat sebagai pasangannya. Maka
dari itu harus benar-benar diperhitungkan ketika memilih pasangan yang baik.
Bila ingin pintar, seseorang harus rajin belajar, bila ingin kaya seseorang
harus berhemat, begitu pula tentang pasangan hidup. Bila menginginkan pasangan
hidup yang baik maka kita juga harus baik. Tak ada sesuatu di dunia ini yang
untuk mendapatkannya tidak memerlukan pengorbanan. Segala sesuatu ada harga-nya
termasuk bila ingin mendapatkan pasangan hidup yang baik. Ya, dimulai dari diri
sendiri. Bila kita bercita-cita untuk mendapatkan pasangan hidup yang baik,
maka kita sendiri harus baik. Percayalah, Tuhan telah memasangkan manusia
sesuai dengan karakter dan derajat mereka masing-masing. Manusia yang baik
hanyalah untuk manusia yang baik pula, begitu pula sebaliknya.
Banyak orang yang pikirannya terlalu pendek dalam perkara ini
sehingga gagal dalam pernikahannya. Prinsipnya adalah jika kita hanya
berpedoman pada hal-hal yang sifatnya duniawi (kecantikan dan kekayaan) maka
akan sangat sulit dalam menjalani hari-hari berumah tangga nantinya. Karena
semua itu sifatnya hanya sementara dan sangat mudah berubah. Jadi, jika jatuh
cinta hanya karena melihat dari segi kecantikan/ketampanan dan atau kekayaan,
maka cinta tersebut akan sangat mudah berkurang bahkan hilang. Jika kita memang
cinta pada seseorang maka lahirlah ketampanan/kecantikan, bukan sebaliknya.
Berikutnya adalah tentang masalah fisik. Banyak yang berkata bahwa wanita
cantik hanya pantas untuk laki-laki tampan, begitu pula sebaliknya. Dan apa
yang terjadi ketika teman kita yang mungkin tak begitu cantik mendapatkan suami
yang tampan dan juga kaya, maka kita biasanya akan protes. Kita merasa bahwa
dirinya tak pantas dan kitalah yang lebih pantas.
Inilah yang menutupi rezeki kita. Perasaan iri dan dengki menutupi
rezeki kita untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Orang yang hatinya dipenuhi
penyakit hati biasanya akan memancarkan aura negatif. Sebaliknya, orang yang
hatinya bersih maka aura positiflah yang akan terpancar keluar dari dalam
jiwanya. Tentunya siapa pun pasti akan lebih memilih orang yang memiliki aura
positif daripada negatif.
Lalu, mengingat pernikahan itu adalah sebuah investasi jangka
panjang maka kita juga harus melihat calon pasangan kita dalam jangka panjang.
Bolehlah jika dia saat ini belum sukses, belum kaya, belum pintar, tetapi
ketika ada potensi di masa depan dia akan menjadi lebih baik maka mengapa
tidak? Daripada kita hanya melihat kondisi dia saat
ini tetapi di masa depan justru punya potensi akan meninggalkan kita. Betapa
banyak wanita yang menikah hanya karena melihat prianya saat ini tampan dan
betapa banyak wanita yang menikah karena hanya melihat wanitanya saat ini
cantik. Mereka tidak sadar bahwa 10 tahun lagi bisa jadi ketampanan/kecantikan
tersebut sudah pudar.
Adapun bila kita dihadapkan suatu pilihan lebih dari satu, tentu
sewajarnya seorang akan memilih yang terbaik baginya, meskipun pilihan terbaik
baginya tidak selalu identik dengan pilihan yang terbaik bagi umum, karena
seseorang tentu memiliki pertimbangan yang sangat khusus yang tidak dimiliki
oleh orang lain.
Maka, ketika sedang memilih calon pasangan , bukalah mata
lebar-lebar. Lihatlah dia secara utuh. Kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
tentang dia, terutama kekurangannya. Karena saya yakin, kelebihan dari pasangan
akan dengan mudah kita terima tetapi kekurangan? Tanyakanlah pada diri sendiri,
mumpung belum akad nikah, apakah siap menerima kekurangan-kekurangan tersebut?
Terakhir, lihatlah dia tidak hanya di masa sekarang tetapi juga
potensinya di masa depan. Tahukah kalian bedanya anak-anak dan dewasa?
Anak-anak hanya berfikir apa yang ada sekarang sementara orang dewasa berfikir
lebih jauh ke depan. Pernikahan adalah urusannya orang dewasa maka berfikirlah
dewasa.
B.
Hubungan dalam Perkawinan
Pada umumnya salah satu tanda kegagalan suami-istri dalam mencapai
kebahagiaan perkawinan adalah perceraian. Perceraian adalah akumulasi dari
kekecewaan yang berkepanjangan yang disimpan dalam alam bawah sadar individu.
Adanya batas toleransi pada akhirnya menjadikan kekecewaan tersebut muncul
kepermukaan, sehingga keinginan untuk bercerai begitu mudah.
Masalah
diseputar perkawinan atau kehidupan berkeluarga antara lain:
1.
Kesulitan
ekonomi keluarga yang kurang tercukupi.
2.
Perbedaan
watak.
3.
Temperamen
dan perbedaan kepribadian yang sangat tajam antara suami dan istri.
4.
Ketidakpuasan
dalam hubungan seks.
5.
Kejenuhan
rutinitas.
6.
Hubungan
antara keluarga besar yang kurang baik.
7.
Adanya
istilah WIL (Wanita Idaman Lain) atau PIL (Pria Idaman Lain).
8.
Masalah
harta warisan.
9.
Menurunnya
perhatian kedua belah pihak.
10.
Domonasi
dan intervensi orang tua atau mertua.
11.
Kesalahpahaman
antara kedua belah pihak.
Dari salah satu masalah diatas yaitu kesalahpahaman yang
menyebabkan pasangan menjadi tersinggung, sehingga terkadang memicu adanya
perceraian, merupakan masalah yang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga.
Karena kesalahpahaman itulah yang terkadang pasangan enggan untuk membuka
komunikasi dengan pasangannya yang kemudian menimbulkan misskomunikasi. Tanpa
mereka sadari dengan keadaan seperti itu malah akan membuat mereka sulit dalam
menghadapi problem apapun. Komunikasi yang intern dan baik akan melahirkan
saling keterbukaan dan suasana keluarga yang nyaman.
Allah juga memerintahkan kepada suami-istri untuk selalu berbuat
baik. Suami
dan istri sering beranggapan bahwa masalah yang timbul akan selesai dengan sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu
yang panjang.
Namun kenyataannya masalah yang didiamkan bukan membaik, malah
memburuk seiring berjalannya waktu yang lama. Kejengkelan makin menumpuk dan
penyelesaian makin jauh di mata, kareana masalah menjadi seperti benang kusut
dan tidak tahu lagi harus memulainya dari mana. Tabungan cinta cenderung
menyusut seiring dengan berkecamuknya masalah dengan berkurangnya cinta dan
kasih sayang, berkurang pulalah semangat untuk menyelesaikan masalah. Pada
akhirnya ketidakpedulian menggantikan cinta dan makin menyesuaikan diri dalam
kehidupan yang tidak sehat ini. Dengan kata lain antara suami dan istri sudah
menemukan cara yang efektif untuk menyelesaikannya tapi tidak dilakukan
sehingga dapat menimbulkan perceraian.
C.
Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam
Perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu
ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam
perkawinan tidak diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan
salah satu tahapan dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan
perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan
yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru
sebagai satu kesatuan serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi
yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi
antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam
kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang
harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan,
yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya
mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan.
Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola
dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak
hubungan.
D.
Perceraian dan Pernikahan Kembali
Pernikahan bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun
dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali
setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil.
Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam
perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah
yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin
pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat
mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai?
Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan
kurang dari menikah lagi jika dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor
seperti faktor pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya
ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah
kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya
tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena
kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah
menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung
mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu
akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus
kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda
latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting
untuk diusahakan bersama.
Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang
beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati.
Menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi pengalaman menarik. tinggalkan
masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik.
E.
Alternatif Selain Pernikahan
Paradigma terhadap lajang cenderung memojokkan. pertanyaannya kapan
menikah? Ganteng-ganteng kok ga menikah? Apakah Melajang Sebuah Pilihan?
Ada banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan jaman,
perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu
dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian
marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup
melajang. Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat
pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam memperpanjang
batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi
terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan
perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan
perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih
hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel.
Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi
pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah
tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama
menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak
pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu
kebebasan. Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan
cemburu.
Banyak perusahaan lebih memilih karyawan yang masih berstatus
lajang untuk mengisi posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih
dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang
tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian,
sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka
bisa lebih konsentrasi dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan
jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja
lembur dan tugas ke luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan
karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang.
Pria sering kali merasa kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau
rumah pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah
bisa hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu
yang dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan
tersendiri.
Banyak yang mengatakan seorang masih melajang karena terlalu banyak
memilih atau ingin mendapat pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan
jodoh. Pernikahan adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan
masa hidup kita dengan seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat
menikah daripada menikah akhirnya berakhir dengan perceraian.
Lajang pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya sendiri,
berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan
dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara berwisata ke tempat yang
disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang biasanya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika
dibandingkan dengan teman-teman yang berusia sama dengannya, tetapi telah
menikah.
Ketika diundang ke pernikahan kerabat, pelajang biasanya
menghindarinya. Kalaupun datang, mereka berusaha untuk berkumpul dengan para
sepupu yang masih melajang dan sesama pelajang. Hal ini untuk menghindari
pertanyaan singkat dan sederhana dari kerabat yang seusia dengan orangtua
mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul? Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut,
sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk dijawab oleh pelajang.
Seringkali, pelajang juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan
jodoh, terutama bila saudara sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah
mempunyai pacar. Sementara orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi
kakak, agar kakak tidak berat jodoh.
Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan
untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi
melihat teman yang seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan
menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok
di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama
pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan
senang hati jika telah menemukan seorang yang telah cocok di hati.
Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan
pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka
belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka serta
menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat
menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak
perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan
konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan
Indonesia untuk hidup sendiri.
Referensi:
Adhim, Mohammad Fauzil. (2002). Indahnya
Perkawinan Dini. Jakarta: Gema Insani Press (GIP)
A.
Memilih Pasangan
Memilih pasangan hidup bukanlah perkara mudah. Pasalnya, banyak
orang yang merasa tidak sreg ketika mereka ditawari untuk memilih suami atau
memilih istri, tak seperti memilih pacar yang bisa dengan mudah dilakukan.
Menurut mereka, pasangan hidup adalah orang yang diajak untuk susah senang
bersama, yang diharapkan hanya akan ada yang pertama dan yang terakhir.Itu
sebabnya memilih pasangan hidup jauh lebih susah dibandingkan dengan memilih
pekerjaan atau tempat sekolah.
Dalam memilih pasangan hidup, baik bagi laki-laki maupun perempuan
keduanya memiliki hak untuk memilih yang paling tepat sebagai pasangannya. Maka
dari itu harus benar-benar diperhitungkan ketika memilih pasangan yang baik.
Bila ingin pintar, seseorang harus rajin belajar, bila ingin kaya seseorang
harus berhemat, begitu pula tentang pasangan hidup. Bila menginginkan pasangan
hidup yang baik maka kita juga harus baik. Tak ada sesuatu di dunia ini yang
untuk mendapatkannya tidak memerlukan pengorbanan. Segala sesuatu ada harga-nya
termasuk bila ingin mendapatkan pasangan hidup yang baik. Ya, dimulai dari diri
sendiri. Bila kita bercita-cita untuk mendapatkan pasangan hidup yang baik,
maka kita sendiri harus baik. Percayalah, Tuhan telah memasangkan manusia
sesuai dengan karakter dan derajat mereka masing-masing. Manusia yang baik
hanyalah untuk manusia yang baik pula, begitu pula sebaliknya.
Banyak orang yang pikirannya terlalu pendek dalam perkara ini
sehingga gagal dalam pernikahannya. Prinsipnya adalah jika kita hanya
berpedoman pada hal-hal yang sifatnya duniawi (kecantikan dan kekayaan) maka
akan sangat sulit dalam menjalani hari-hari berumah tangga nantinya. Karena
semua itu sifatnya hanya sementara dan sangat mudah berubah. Jadi, jika jatuh
cinta hanya karena melihat dari segi kecantikan/ketampanan dan atau kekayaan,
maka cinta tersebut akan sangat mudah berkurang bahkan hilang. Jika kita memang
cinta pada seseorang maka lahirlah ketampanan/kecantikan, bukan sebaliknya.
Berikutnya adalah tentang masalah fisik. Banyak yang berkata bahwa wanita
cantik hanya pantas untuk laki-laki tampan, begitu pula sebaliknya. Dan apa
yang terjadi ketika teman kita yang mungkin tak begitu cantik mendapatkan suami
yang tampan dan juga kaya, maka kita biasanya akan protes. Kita merasa bahwa
dirinya tak pantas dan kitalah yang lebih pantas.
Inilah yang menutupi rezeki kita. Perasaan iri dan dengki menutupi
rezeki kita untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Orang yang hatinya dipenuhi
penyakit hati biasanya akan memancarkan aura negatif. Sebaliknya, orang yang
hatinya bersih maka aura positiflah yang akan terpancar keluar dari dalam
jiwanya. Tentunya siapa pun pasti akan lebih memilih orang yang memiliki aura
positif daripada negatif.
Lalu, mengingat pernikahan itu adalah sebuah investasi jangka
panjang maka kita juga harus melihat calon pasangan kita dalam jangka panjang.
Bolehlah jika dia saat ini belum sukses, belum kaya, belum pintar, tetapi
ketika ada potensi di masa depan dia akan menjadi lebih baik maka mengapa
tidak? Daripada kita hanya melihat kondisi dia saat
ini tetapi di masa depan justru punya potensi akan meninggalkan kita. Betapa
banyak wanita yang menikah hanya karena melihat prianya saat ini tampan dan
betapa banyak wanita yang menikah karena hanya melihat wanitanya saat ini
cantik. Mereka tidak sadar bahwa 10 tahun lagi bisa jadi ketampanan/kecantikan
tersebut sudah pudar.
Adapun bila kita dihadapkan suatu pilihan lebih dari satu, tentu
sewajarnya seorang akan memilih yang terbaik baginya, meskipun pilihan terbaik
baginya tidak selalu identik dengan pilihan yang terbaik bagi umum, karena
seseorang tentu memiliki pertimbangan yang sangat khusus yang tidak dimiliki
oleh orang lain.
Maka, ketika sedang memilih calon pasangan , bukalah mata
lebar-lebar. Lihatlah dia secara utuh. Kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
tentang dia, terutama kekurangannya. Karena saya yakin, kelebihan dari pasangan
akan dengan mudah kita terima tetapi kekurangan? Tanyakanlah pada diri sendiri,
mumpung belum akad nikah, apakah siap menerima kekurangan-kekurangan tersebut?
Terakhir, lihatlah dia tidak hanya di masa sekarang tetapi juga
potensinya di masa depan. Tahukah kalian bedanya anak-anak dan dewasa?
Anak-anak hanya berfikir apa yang ada sekarang sementara orang dewasa berfikir
lebih jauh ke depan. Pernikahan adalah urusannya orang dewasa maka berfikirlah
dewasa.
B.
Hubungan dalam Perkawinan
Pada umumnya salah satu tanda kegagalan suami-istri dalam mencapai
kebahagiaan perkawinan adalah perceraian. Perceraian adalah akumulasi dari
kekecewaan yang berkepanjangan yang disimpan dalam alam bawah sadar individu.
Adanya batas toleransi pada akhirnya menjadikan kekecewaan tersebut muncul
kepermukaan, sehingga keinginan untuk bercerai begitu mudah.
Masalah
diseputar perkawinan atau kehidupan berkeluarga antara lain:
1.
Kesulitan
ekonomi keluarga yang kurang tercukupi.
2.
Perbedaan
watak.
3.
Temperamen
dan perbedaan kepribadian yang sangat tajam antara suami dan istri.
4.
Ketidakpuasan
dalam hubungan seks.
5.
Kejenuhan
rutinitas.
6.
Hubungan
antara keluarga besar yang kurang baik.
7.
Adanya
istilah WIL (Wanita Idaman Lain) atau PIL (Pria Idaman Lain).
8.
Masalah
harta warisan.
9.
Menurunnya
perhatian kedua belah pihak.
10.
Domonasi
dan intervensi orang tua atau mertua.
11.
Kesalahpahaman
antara kedua belah pihak.
Dari salah satu masalah diatas yaitu kesalahpahaman yang
menyebabkan pasangan menjadi tersinggung, sehingga terkadang memicu adanya
perceraian, merupakan masalah yang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga.
Karena kesalahpahaman itulah yang terkadang pasangan enggan untuk membuka
komunikasi dengan pasangannya yang kemudian menimbulkan misskomunikasi. Tanpa
mereka sadari dengan keadaan seperti itu malah akan membuat mereka sulit dalam
menghadapi problem apapun. Komunikasi yang intern dan baik akan melahirkan
saling keterbukaan dan suasana keluarga yang nyaman.
Allah juga memerintahkan kepada suami-istri untuk selalu berbuat
baik. Suami
dan istri sering beranggapan bahwa masalah yang timbul akan selesai dengan sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu
yang panjang.
Namun kenyataannya masalah yang didiamkan bukan membaik, malah
memburuk seiring berjalannya waktu yang lama. Kejengkelan makin menumpuk dan
penyelesaian makin jauh di mata, kareana masalah menjadi seperti benang kusut
dan tidak tahu lagi harus memulainya dari mana. Tabungan cinta cenderung
menyusut seiring dengan berkecamuknya masalah dengan berkurangnya cinta dan
kasih sayang, berkurang pulalah semangat untuk menyelesaikan masalah. Pada
akhirnya ketidakpedulian menggantikan cinta dan makin menyesuaikan diri dalam
kehidupan yang tidak sehat ini. Dengan kata lain antara suami dan istri sudah
menemukan cara yang efektif untuk menyelesaikannya tapi tidak dilakukan
sehingga dapat menimbulkan perceraian.
C.
Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam
Perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu
ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam
perkawinan tidak diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan
salah satu tahapan dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan
perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan
yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru
sebagai satu kesatuan serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi
yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi
antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam
kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang
harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan,
yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya
mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan.
Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola
dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak
hubungan.
D.
Perceraian dan Pernikahan Kembali
Pernikahan bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun
dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali
setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil.
Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam
perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah
yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin
pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat
mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai?
Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan
kurang dari menikah lagi jika dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor
seperti faktor pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya
ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah
kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya
tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena
kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah
menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung
mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu
akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus
kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda
latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting
untuk diusahakan bersama.
Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang
beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati.
Menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi pengalaman menarik. tinggalkan
masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik.
E.
Alternatif Selain Pernikahan
Paradigma terhadap lajang cenderung memojokkan. pertanyaannya kapan
menikah? Ganteng-ganteng kok ga menikah? Apakah Melajang Sebuah Pilihan?
Ada banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan jaman,
perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu
dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian
marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup
melajang. Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat
pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam memperpanjang
batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi
terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan
perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan
perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih
hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel.
Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi
pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah
tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama
menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak
pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu
kebebasan. Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan
cemburu.
Banyak perusahaan lebih memilih karyawan yang masih berstatus
lajang untuk mengisi posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih
dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang
tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian,
sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka
bisa lebih konsentrasi dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan
jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja
lembur dan tugas ke luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan
karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang.
Pria sering kali merasa kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau
rumah pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah
bisa hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu
yang dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan
tersendiri.
Banyak yang mengatakan seorang masih melajang karena terlalu banyak
memilih atau ingin mendapat pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan
jodoh. Pernikahan adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan
masa hidup kita dengan seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat
menikah daripada menikah akhirnya berakhir dengan perceraian.
Lajang pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya sendiri,
berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan
dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara berwisata ke tempat yang
disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang biasanya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika
dibandingkan dengan teman-teman yang berusia sama dengannya, tetapi telah
menikah.
Ketika diundang ke pernikahan kerabat, pelajang biasanya
menghindarinya. Kalaupun datang, mereka berusaha untuk berkumpul dengan para
sepupu yang masih melajang dan sesama pelajang. Hal ini untuk menghindari
pertanyaan singkat dan sederhana dari kerabat yang seusia dengan orangtua
mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul? Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut,
sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk dijawab oleh pelajang.
Seringkali, pelajang juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan
jodoh, terutama bila saudara sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah
mempunyai pacar. Sementara orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi
kakak, agar kakak tidak berat jodoh.
Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan
untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi
melihat teman yang seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan
menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok
di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama
pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan
senang hati jika telah menemukan seorang yang telah cocok di hati.
Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan
pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka
belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka serta
menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat
menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak
perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan
konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan
Indonesia untuk hidup sendiri.
Referensi:
Adhim, Mohammad Fauzil. (2002). Indahnya
Perkawinan Dini. Jakarta: Gema Insani Press (GIP)