Final Fantasy 7 Cloud Strife

Senin, 28 Desember 2015

Tugas Softskill (Review Jurnal Motivasi)



Tugas Softkill
Kelompok 3 (Mangga)  :
1.    Hilda Azkiya Mawardya             ( 14513121)
2.    Lily Melinda                                (14513987 )
3.    Marchsya Rahayu Kartikasari     ( 15513261)
4.    Nelda Triana Apriliasih               ( 16513374)
5.    Qory Yuliana                               ( 17513064 )
6.    Putri Alifia                                   ( 15512752)


REVIEW JURNAL
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PSIKOLOGI MANAGEMENT (SOFTSKILL)

Judul Jurnal             : Hubungan Motivasi Orangtua untuk
Mencapai Kesembuhan Anak Dengan Tingkat Pengetahuan Tentang Penanganan Anak Penyandang Autisme dan Spektrumnya

Jenis Jurnal               : Jurnal Kedokteran Brawijaya
Penulis                        : Asmika, Sri Andarini, Ririn Puji Rahayu
Vol                              : 22
No                               : 2
Tahun                         : Agustus 2006
DOI                             : -

Untuk memenuhi tugas Psikologi Management ( Softskill) kami mencari jurnal sesuai dengan tema yang ditentukan yaitu Motivasi. Kami memilih jurnal yang berjudul “Hubungan Motivasi Orangtua untuk Mencapai Kesembuhan Anak Dengan Tingkat Pengetahuan Tentang Penanganan Anak Penyandang Autisme dan Spektrumnya” dan kami me-review jurnal tersebut. Jurnal ini adalah jurnal kedokteran yang membahas tentang penanganan terhadap anak Autisme. Jika kalian ingin melihat jurnal diatas, silahkan klik link ini : http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/230/222

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam jurnal ini di jelaskan bahwa di era yang dibanjiri dengan banyak informasi tentang berbagai macam yang terjadi dengan salah satunya informasi tentang kesehatan, banyak informasi tidak hanya melalui keluarga tetapi bisa melalui media cetak. Informasi mengenai Autisme mungkin sudah banyak diketahui oleh beberapa orangtua di Indonesia. Sebagian besar orangtua di Indonesia yang mempunyai anak yang menderita Autisme juga hanya beberapa yang menyadari bahwa anaknya mengidap Autisme, karena gejala atau tanda-tanda autisme itu sulit dilihat kasat mata jika orangtua tidak begitu memperhatikan tumbuh kembang anaknya.
 Bagaimana cara penanganan terhadap anak Autisme juga hal yang sangat penting bagi orangtua karena anak-anak dengan autisme gangguan spektrum telah meningkat pesat, mulai dari 1: 1500 pada tahun 1987 untuk 1: 100 pada tahun 2001.
Motivasi orangtua untuk secara aktif terlibat dalam program pengobatan, seperti konsultasi dengan ahli. Peningkatan pengetahuan mereka akan meningkatkan keberhasilan pengobatan hingga 80%. Oleh karena itu sangat penting untuk mengidentifikasi motivasi orang tua dan pengetahuan tentang pengobatan Autisme sebagai dasar untuk meningkatkan keterlibatan aktif orang tua. Secara umum, autisme sebagian besar diidentifikasi pada anak laki-laki (55%), anak pertama (45%) dan didiagnosis oleh anak-anak spesialis atau psikiater (75%) pada usia 0-2 tahun (75%). Sebagian besar orang tua (85%) memiliki motivasi yang tinggi dalam memperoleh anak penyembuhan tetapi 60% orang tua memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang pengobatan AUTISME dengan media massa sebagai sumber informasi utama (85%). Tidak ada yang signifikan

B.     Rumusan Masalah
Banyak anak-anak yang mengidap Autisme, para orangtua harus paham bagaimana cara penanganan yang tepat terhadap anak yang mengidap Autisme.

C.     Tujuan Penelitian
Agar para orangtua dapat memahami pentingnya pengetahuan tentang penanganan anak yang mengidap Autisme di era global ini dengan berbagai informasi dan teknologi. Diharapkan para orangtua mengaplikasikan informasi tentang bagaimana penanganannnya dengan anaknya yang menderita Autisme dan meminta bantuin tenaga ahli untuk melakukannya.

D.    Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah membuka mata para orangtua agar selalu memperhatikan tumbuh kembang anaknya. Para orangtua jadi mengetahui untuk mengetahui beberapa gejala tentang Autisme dan penanganannya, para orangtua juga bisa membuka obrolan dengan para orangtua yang lain.

E.     Hipotesis
Diketahui di Indonesia minimnya pengetahuan orangtua dalam bagaimana menangani anak yang mengidap Autisme dan spektrumnya.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
             
Autisme merupakan spectrum disorder yaitu gangguan kesehatan dengan banyak variasi gejala, dari samar sampai sangat jelas. Hal ini dapat disebabkan perbedaan kelainan dalam otak.
            Autisme bukan satu gejala penyakit tetapi berupa sindroma (Kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan beerbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak Autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autisme termasuk suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Dengan kata lain, pada anak Autisme terjadi kelainan dalam mengontrol emosi, intelektual dan kemauan (Gangguan pervasif). Autisme terjadi sejak usia dini, biasanya sekitar 2-3 tahun. Autisme ditandai oleh ciri-ciri utama, antara lain :
1.            Tidak peduli dengan lingkungan sosial
2.            Tidak bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya
3.            Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal
4.            Reaksi/Pengamatan terhadap lingkungan terbatas

Masih  rendahnya  pengetahuan  orang  tua  dapat disebabkan   motivasi   orang   tua   untuk   mencapai kesembuhan anak dan tingkat kesadaran akan peran aktif orangtua.  Motivasi  untuk  mencapai  kesembuhan  yang diiringi dengan kesadaran akan pentingnya peran aktif akan mendorong  orang  tua  untuk  meningkatkan  pengetahuan. Karena itu menarik untuk dikaji hubungan  motivasi orang tua   untuk   kesembuhan   anak   dengan   tingkat pengetahuannya  tentang  penanganan    anak  penyandang Autisme.
Orangtua  anak  penyandang  Autisme  perlu  untuk selalu  mencari  informasi terbaru  (up  to  date)  dan memperdalam  ilmu  mengenai  Gangguan  Perkembangan Pervasif melalui beberapa 2 metode. Metode yang pertama adalah mengikuti atau mencari training untuk para orangtua (parent training) dari para profesional. Disamping itu dapat dilakukan dengan mencari support untuk orangtua dengan membentuk sharing  group atau support  group diantara
orangtua  sehingga  dapat  saling  berbagi  informasi  dan support.

BAB III
METODOLOGI
F.      Pendekatan
Penelitian  dilakukan  dengan  pendekatan cross sectional study dengan sampel dalam penelitian ini adalah semua orang tua (ayah atau ibu atau keduanya) dari anak penyandang Autisme yang diterapi di Pusat Terapi ‘A-Plus’ Dharma  Wanita  PUNM  Kotamadya  Malang  sebanyak  20 responden.

G.    Subjek Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah semua orang tua (ayah atau ibu atau keduanya) dari anak penyandang Autisme yang diterapi di Pusat Terapi ‘A-Plus’ Dharma  Wanita  PUNM  Kotamadya  Malang  sebanyak  20 responden.

H.    Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik yang di gunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data adalah Teknik Kuantitatif. Instrumen yang digunakan  adalah kueisioner tertutup dan terbuka dengan tehnik wawancara.  Cara  pengukuran  motivasi  dengan  teknik Scorring skala  Likert  (10).  Responden  diminta  untuk  memberikan jawaban  sangat  setuju  (SS),  setuju  (S),  ragu-ragu  (RR), tidak  setuju  (TS)  dan  sangat  tidak  setuju  (STS).  Dengan pemberian  skor 1 (sangat tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju).  Pengukuran  pengetahuan  dilakukan  dengan memberikan  skor  pada setiap  jawaban  responden sesuai dengan tingkat kebenaran pilihan jawaban. Skor maksimal ditetapkan sesuai dengan jumlah pilihan jawaban dengan bobot yang sama. 

BAB IV
PENUTUP
I.       Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan jurnal ini adalah berbagi informasi tentang penanganan atau cara menangani anak yang mengidap Autisme karena minimnya pengetahuan orangtua. Kekurangannya jurnal ini hampir tidak ada.
J.       Kesimpulan
Menurut kesimpulan kelompok kami, para orangtua harus peka terhadap tumbuh kembang pada anak-anak karena Autisme di mulai umur 2-3 tahun dan sebagian besar diderita oleh laki-laki. Para orangtua juga harus mempunyai motivasi bagi kesembuhan anaknya dan memahami bagaimana penanganannya terhadap anak Autisme agar anak Autisme dapat berangsur memahami lingkungannya dengan meminta bantuan para ahli.

DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Faisal.2002.Autisme: suatu gangguan jiwa pada anak-anak.Yayasan Obor Indonesia.
Soelaeman R.2002. Menangani anak autis. Jakarta: Gramedia: Nakita; Edisi Februari
Asmika, dkk.2006.Hubungan motivasi orangtua untuk mencapai kesembuhan anak dengan tingkat pengetahuan tentang penanganan anak penyandang autisme dan spektrumnya.diunduh pada   hari  senin pukul 19.05.



Senin, 16 November 2015

Tugas Softskill Psikologi Manajemen Review FIlm

Tugas Softkill
Kelompok 3 (Mangga)  :
1.    Hilda Azkiya Mawardya                   ( 14513121 )
2.    Lily Melinda                                     ( 14513987 )
3.    Marchsya Rahayu Kartikasari           ( 15513261 )
4.    Nelda Triana Apriliasih                     ( 16513374 )
5.    Qory Yuliana                                     ( 17513064 )
6.    Putri Alifia                                         ( 15512752 )

HAFALAN SURAT DELISA



1.      Review Film Hafalan Surat Delisa
Diceritakan di sebuah desa bernama Lhok Nga didekat pinggiran pantai aceh, hidup seorang anak kecil bernama Delisa.Delisa adalah gadis kecil bungsu yang periang dan baik kepada setiap orang. Delisa di Lhok Nga tinggal bersama Ibunya dan ketiga kakak perempuannya, Delisa sudah terbiasa ditinggal oleh ayahnya yang pergi berlayar dengan waktu yang cukup lama.
Delisa adalah gadis kecil yang sangat dewasa, Delisa sedari kecil sudah belajar ilmu agama dengan kedua orantuanya dan Delisa juga belajar ilmu agama di sekolah. Delisa harus menghafal hafalan sholat untuk ujian di sekolahnya. Delisa memang agak telat menghafal hafalan sholat di banding ketiga kakak perempuannya. Delisa setiap saat menghafalkan hafalan sholat dimanapun, sampai ketika dia mau pergi tidur tidak lupa Delisa menghafal hafalan sholat terlebih dahulu.
Untuk semakin menumbuhkan motivasi Delisa yang sedang menghafalkan hafalan sholat, Ibunya pergi ke toko emas untuk membeli kalung berinisial D agar delisa bisa semakin lancar. Jika Delisa lulus praktek sholat dengan hasil yang baik, Ibunya akan memberikan kalung tersebut dengan syarat kalung tersebut akan diberi ketika Delisa sudah menyelesaikan ujiannya.
Pagi hari Delisa sudah bergegas siap-siap untuk pergi ke sekolah bersama Ibunya untuk mengikuti ujian praktek sholat, hari itu tepat tanggal 26 Desember 2004. Delisa memaksa ibunya untuk membawa kalung yang dibelikan untuknya agar Delisa bisa pakai setelah ujian praktek sholat. Kemudian Delisa dan Ibunya pergi menuju ke sekolahnya, Delisa terlihat masih berusaha menghafal ketika menunggu gilirannya maju. Tiba saatnya Delisa maju untuk mempraktekan peragakan sholat dan bacaan-bacaannya. Ketika sedang membaca doa tersebut gemuruh tsunami datang dan delisa masih tetap khusyuk membacakan hafalan sholatnya. Akhirnya Delisa terpisah oleh Ibu dan ketiga kakanya karena tsunami meluluh lantahkan Aceh dan desa Lhok Nga.
Setelah beberapa hari tim pencarian para korban menemukan Delisa dengan keadaan pingsan di tumpukan kayu-kayu tim pencarian langsung membawa Delisa ke rumah sakit terdekat, tim pencarian juga menemukan ketiga kakak delisa dan ibunya yang ditemukan sudah tidak bernyawa. Ayah Delisa yang mendengar kabar tersebut dari teman pelayarnya langsung meminta izin untuk cuti agar dapat memastikan anggota keluarganya. Sesampainya di Aceh, ayah Delisa mencari info tentang anggota keluarganya di rumah sakit. Akhirnya ayahnya di beritahu bahwa Delisa masih hidup, tetapi Delisa harus menjalani amputasi kaki kanannya karena terjepit oleh kayu-kayu ketika Delisa ditemukan.
Akhirnya Delisa pun sadar dan ikhlas menghadapi kenyataan ketika ia tahu bahwa Ibu dan ketiga kakaknya ikut menjadi korban tewas dalam tragedy Tsunami kala itu. Delisa sekarang hidup di tenda-tenda pengungsian bersama korban-korban Tsunami yang selamat. Delisa mampu memotivasi orang-orang yang ada di pengungsian agar tetap ceria, senang dan tabah dengan mengajak anak-anak korban Tsunami bermain bersama walaupun ia kesulitan dengan hanya memakai satu kaki ketika bermain dengan dibantu tongkat. Alhasil semua pengungsi bisa tertawa bersama,  Delisa juga membacakan cerita agar para pengungsi tidak putus asa dan tetap kuat menghadapi ujian yang diberikan oleh Allah. Walaupun dalam keadaan tersebut delisa mampu menyelesaikan praktek sholatnya dan lulus dalam prakteknya. Delisa, gadis kecil yang periang membawa kebahagiaan pada semua warga aceh yang sedang dilanda musibah bencana alam.

2.      Motivasi
a.      Definisi Motivasi
Motivasi berasal dari kata move yang artinya “Bergerak”. Definisi motivasi masih sering diperdebatkan. Diantaranya berbunyi: “Motivasi adalah sesuatu yang menggerakan atau mendorong seseorang atau kelompok orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu”. Salah satu unsur dari motivasi adalah motif (=motive, alasan, atau sesuatu yang memotivasi). Motivasi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok eksternal dan internal.
1)      Motivasi Eksternal adalah motivasi yang berasal dari luar diri.
2)      Motivasi Internal adalah motivasi dari dalam diri sendiri

b.      Motivasi menurut para ahli
1)      Menurut Weiner (1990), Motivasi adalah sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu.
2)      Menurut Siagian (2004), Motivasi adalah dampak dari interaksi seseorang dengan situasi yang di hadapinya.
3)      Menurut Sargent Motivasi adalah sesuatu yang dapat membuat seseorang bertindak

C .  Teori Motivasi
1)      Teori Motivasi Kebutuhan (Abraham A. Maslow)
Maslow menyusun suatu teori tentang kebutuhan manusia secara hirarki, yang terdiri atas dua kelompok, yaitu kelompok defisiensi dan kelompok pengembangan. Kelompok defisiensi secara hirarkis adalah fisiologis, rasa aman, kasih saying dan penerimaan serta kebutuhan akan harga diri. Kelompok pengembangan mencakup kebutuhan aktualisasi diri (Ahmadi dan Supriyono,1991). Mangkunegara (2005), menjabarkan hirarki Maslow sebagai berikut :
a)         Kebutuhan Fisiologis, yaitu kebutuhan akan pemenuhan biologis.
b)         Kebutuhan akan rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan dari ancaman dan bahaya lingkungan.
c)         Kebutuhan akan kasih saying dan cinta, yaitu kebutuhan untuk diterima dalam kelompok, berafiliasi, berinteraksi, mencintai dan dicintai.
d)        Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai atau dihormati
e)         Kebutuhan akan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan dan potensi, serta berpendapat dengan mengemukakan penilaian dan kritik terhadap sesuatu.

2)      Teori ERG (Alderler’s ERG theory)
Teori ERG (Existence, Relatedness, and Growth), dikembangkan oleh Clayton Alderfer. Menurut teori ini, komponen existence adalah mempertahankan kebutuhan dasar dan pokok manusia. Mempertahankan eksistensi merupakan kebutuhan setiap manusia untuk menjadi terhormat. Hampir sama dengan teori Maslow, kebutuhan dasar manusia selain kebutuhan fisiologis juga terdapat kebutuhan akan keamanan yang merupakan komponen existence. Relatedeness tercermin dari sifat manusia sebagai insan sosial yang ingin berafiliasi, dihargai, dan diterima oleh lingkungan sosial. Growth lebih menekankan kepada keinginan seseorang untuk tumbuh dan berkembang, mengalami kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan dan kemampuan, serta mengaktualisasi diri (Siagian, 2004).
3)      Teori Motivasi Dua Faktor (Frederick Herzbeg’s Two Factors Theory)
Dalam teori motivasi ini, terdapat dua faktor yang mendasari motivasi pada kepuasan atau ketidakpuasan kerja dan faktor yang melatarbelakanginya. Pertama faktor pemeliharaan (maintenance factors) yang juga disebut dissatisffiers, hygiene factors, job context  dan extrinsic factors. Faktor pemeliharaan meliputi daministrasi dan kebijakan perusahaan, hubungan dengan subordinat, kualitas pengawasan, upah, kondisi kerja dan status. Faktor lainnya adalah faktor pemotivasi (motivational factors) yang disebut pula satisfier, motivators, job content, atau intrinsic factors yang meliputi dorongan prestasi, pengenalan, kemajuan, work it self, kesempatan berkembang dan tanggungjawab.
4)      Teori Motivasi Berprestasi (n-ach David McClelland)
Seseorang mempunyai motivasi untuk bekerja karena adanya kebutuhan untuk berprestasi. Motivasi merupakan fungsi dari tiga variable, yaitu : Harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil, persepsi tentang nilai tugas dan kebutuhan untuk  sukses. Kebutuhan berprestasi ini bersifat intrinsik dan relative stabil. Orang dengan n-ach yang tinggi dicirikan dengan keinginan tinggi untuk menyelesaikan tugas dan meningkatkan penampilan mereka, menyukai tantangan, di mana hasil kerja mereka akan dibandingkan dengan prestasi orang lain.

3.      Analisis Film Hafalan Surat Delisa (Menurut Kelompok)
Dari hasil review film “Hafalan Surat Delisa” di ceritakan gadis yang bernama Delisa. Di sekolahnya Delisa di wajibkan  menghafal bacaan sholat karena itu adalah salah satu ujian dari sekolah agar delisa bisa lulus praktek. Delisa semakin termotivasi belajarnya ketika diberikan sebuah kalung berinisial D dari Ibunya. Delisa terkena musibah Tsunami ketika ia sedang menjalankan praktek sholat di sekolahnya. Delisa adalah salah satu anggota keluarga yang hidup diantar Ibu dan ketiga kakaknya, Delisa sangat tegar menghadapi kenyataan ini. Ayah Delisa  akhirnya mencari Delisa kerumah sakit dan menemukannya dengan kaki kanan yang sudah di amputasi. Delisa dan ayahnya akhirnya tinggal di suatu pengungsian tempat para pengungsi tinggal. Delisa memotivasi banyak pengungsi dengan cara memperlihatkan senyumannya yang selalu mengembang dan mengajak anak-anak kecil untuk bermain agar lupa dengan kejadian Tsunami. Delisa membacakan cerita agar setiap pengungsi tetap kuat dan tabah menghadapi musibah ini.
      Apa yang dilakukan Delisa sangat memotivasi para korban Tsunami agar tetap kuat, tidak putus asa dan merubah kehidupan kearah yang lebih baik lagi sama seperti teori motivasi menurut Weiner (1990), Motivasi adalah sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu dan menurut Siagian (2004), Motivasi adalah dampak dari interaksi seseorang dengan situasi yang di hadapinya.

DAFTAR PUSTAKA
Irianto, Anton.(2005).Born to win kunci sukses yang tidak pernah gagal.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Effendy, N.F.(2008).Pendidikan dalam keperawatan.Jakarta: Salemba Medika

Selasa, 10 November 2015

Tugas Softskill Psikologi Management (Review Film)



Tugas Softkill
Kelompok 3 (Mangga)  :
1.    Hilda Azkiya Mawardya                   ( 14513121 )
2.    Lily Melinda                                     ( 14513987 )
3.    Marchsya Rahayu Kartikasari           ( 15513261 )
4.    Nelda Triana Apriliasih                     ( 16513374 )
5.    Qory Yuliana                                     ( 17513064 )
6.    Putri Alifia                                         ( 15512752 )



LEAN ON ME

    1.      Review Film Lean On Me
Disini diceritakan ada seorang bernama Joe Clark dia adalah seorang kepala sekolah kulit hitam yang sangat berdedikasi di Eastside High School. Eastside High School adalah sebuah sekolah yang terbengkalai, kumuh dan sebagian besar siswanya adalah pelaku criminal. Clark memiliki tekad untuk merubah sekolah itu. ‘Crazy Joe’ akhirnya berhasil. Ia tidak hanya berhasil membuat seluruh siswa sekolah tersebut lulus, ia pun dapat merubah sekolah tersebut.
Tentu saja keberhasilan Clark sebagai kepala sekolah bukan suatu kebetulan semata. Sekolah adalah tempat manusia untuk menimba ilmu agar nantinya dapat menjadi orang yang berguna bagi dirinya, keluarganya dan bangsanya namun apa yang terjadi jika sebuah sekolah kehilangan fungsinya dalam mendidik para generasi muda, hasilnya tentu saja adalah manusia-manusia masa depan yang gagal dan sebagian besar menjadi sampah masyarakat. Untuk mengembalikan fungsi sekolah tersebut dibutuhkan bantuan dari seseorang yang penuh dedikasi, keberanian dan ketegasan yang luar biasa agar sebuah sekolah memiliki semangatnya kembali.
 Eastside High School  adalah sebuah sekolah yang terbengkalai, kotor, kumuh dan berada pada tingkat terbawah dalam peringkat sekolah terbaik. Alih-alih melakukan aktivitas belajar. Murid muridnya yang terdiri dari berbagai macam ras itu malah sibuk dengan urusan mereka masing-masing dan tidak sedikit yang terjebak dalam dunia kriminal dan narkoba, bahkan beberapa murid tidak segan-segan melawan para guru dengan kekerasan dikarenakan situasi belajar mengajar yang tidak kondusif  itu membuat nilai rata-rata pendidikan dasar di Eastside High School pun tidak mencapai target yang ditentukan dimana sesuai dengan peraturan pemerintah bahwa 75% dari muridnya harus lulus dalam ujian dasar. Kenyataanya hanya 35% murid yang mampu lulus dan hal itu membuat dewan sekolah gusar karena jika dalam waktu 110 hari murid-muridnya masih tidak mampu mencapai target yang ditentukan maka Eastside High School akan diambil alih oleh pemerintah. Maka munculah Joe Clark yang menjabat sebagai kepala sekolah baru di sekolah tersebut.
Joe Clark mendapat kehormatan untuk mengajar di sekolah yang keras, dengan murid-murid yang berasal dari kaum yang terpinggirkan dan terlupakan.  Clark memilih untuk bersikap keras dan keras kepala sejak hari pertama dia tiba di sekolah, dan dia benar-benar bersungguh-sungguh untuk itu. Bukan hanya kepada siswa, namun juga kepada guru, penjaga sekolah, dan bahkan pengurus kantin, yang justru menjadi salah satu hal pertama yang mendapat perhatian sang kepala sekolah baru yang percaya, jika kita memberi makan anak-anak kita dengan sampah, maka mereka akan tumbuh menjadi sampah juga.
Kedatangan Joe Clark seperti seorang raksasa yang ribut memukul-mukul gong membangunkan semua orang yang sedang tertidur nyenyak dan terlena. 300 pengedar narkoba dan pelaku tindak criminal lain berupa kekerasan baik fisik maupun seksual yang bebas berkeliaran di sekolah, dicabut statusnya sebaga siswa dan dilempar keluar gedung sekolah. Guna mencegah 300 orang ini masuk lagi sekaligus melindung 2700 siswa lain, Joe Clark melakukan tindakan yang kemudian akan menyeretnya ke dalam penjara, yaitu merantai dan menggembok seluruh pintu dan gerbang sekolah. Ini adalah pelanggaran terhadap UU yang berlaku di kotanya, tapi ancaman penjara tidak membuatnya mundur. Dia memilih untuk melakukan itu. Joe Clark tahu, tidak indah sungguh seorang guru berkeliling sekolah dengan megaphone dan pemukul baseball sepanjang hari berteriak-teriak dan membenta-bentak. Namun saat itu, itulah yang dapat dilakukannya. Dia harus mengambil alih sebuah institusi yang sudah jatuh ke tangan criminal kelas teri, dan dia harus melakukannya dengan secepat mungkin.
Kepemimpinan Clark yang tegas dan super disiplin awalnya memang sulit diterima, namun itulah cara yang digunakan Clark untuk merubah sekolah tersebut dan dia berhasil. Namun pada kenyataannya, kita sebagai seorang guru harus menyingkirkan energy buruk dari film itu, bahwa disiplin tidak sama dengan intimidasi.
    2.      Analisis Film Sesuai Teori (Menurut kelompok)
Dari hasil review film di atas kelompok kami menganalisis bahwa ada seorang bernama Joe Clark dia adalah seorang kepala sekolah kulit hitam yang sangat berdedikasi di Eastside High School. Eastside High School adalah sebuah sekolah yang terbengkalai, kumuh dan sebagian besar siswanya adalah pelaku criminal. Clark memiliki tekad untuk merubah sekolah itu dan pada akhirnya Joe berhasil. Ia tidak hanya berhasil membuat seluruh siswa sekolah tersebut lulus, ia pun dapat merubah sekolah tersebut. Joe Clark mendapat kehormatan untuk mengajar di sekolah yang keras, dengan murid-murid yang berasal dari kaum yang terpinggirkan dan terlupakan.  Clark memilih untuk bersikap keras dan keras kepala sejak hari pertama dia tiba di sekolah, dan dia benar-benar bersungguh-sungguh untuk itu. Bukan hanya kepada siswa, namun juga kepada guru, penjaga sekolah, dan bahkan pengurus kantin, yang justru menjadi salah satu hal pertama yang mendapat perhatian sang kepala sekolah baru yang percaya, jika kita memberi makan anak-anak kita dengan sampah, maka mereka akan tumbuh menjadi sampah juga. Joe mengusir 300 pengedar narkoba dan pelaku tindak criminal lain berupa kekerasan baik fisik maupun seksual yang bebas berkeliaran di sekolah kemudian Joe mencabut status mereka sebaga siswa dan dilempar keluar gedung sekolah. Guna mencegah 300 orang ini masuk lagi sekaligus melindung 2700 siswa lain.
Apa yang dilakukan Joe Clark membuktikan bahwa kepemimpinan adalah  sebagai kesanggupan atau kemampuan untuk mengatasi orang-orang yang sedemikian rupa agar mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan kemungkinan pergesekan yang sekecil-kecilnya dan sebesar mungkin terjalinnya kerja sama seperti teori kepemimpinan yang dijelaskan oleh F.I.Munson “The Management Of Man’’ dan Menurut Hemhiel and Coons ( 1957:7 ) bahwa kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang akan dicapai bersama (share goal ).


Daftar Pustaka
    

Nurdin, Didi. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis. Jakarta: Imperial Bhakti Utama


Selasa, 03 November 2015

Leadership

Tugas Softkill
Kelompok 3 (Mangga)  :
1.    Hilda Azkiya Mawardya                   ( 14513121 )
2.    Lily Melinda                                     (  14513987 )
3.    Marchsya Rahayu Kartikasari           ( 15513261 )
4.    Nelda Triana Apriliasih                     ( 16513374 )
5.    Qory Yuliana                                     (17513064 )
6.    Putri Alifia                                         (15512752 )

LEADERSHIP

A.           PENDAHULUAN
Dewasa ini Leadership ( kepimpinan ) dapat diartikan sebagai pemimpin atau pun ketua. leadership juga adalah seseorang yang biasanya disegani oleh orang sekitarnya, karena seorang leadership mempunyai kewenangan dan kekuasaan atas segala peraturan yang dibuat di ruang lingkupnya.  Leadership juga merupakan seseorang yang dapat mempengaruhi para anggotanya karena seorang leadership selalu dianggap benar.
Leadership yang baik juga bisa dikatakan leadership yang mampu menyimak pendapat anggotanya dengan seksama, menghargai setiap pendapat orang dan mampu bermusyawarah dengan baik. Seorang Leadership bisa mencerna setiap kata yang masuk di dalam pikirannya dengan memilah mana yang baik dan tidak baik untuk diterima. Sebelum masuk ke teori sebaiknya kita bisa memahami dulu arti kata Leaderhip ( Kepemimpinan ) itu sendiri dengan melihat pengertian dari beberapa ahli.
B.            TEORI
1.        Definisi Leadership
Menurut Hemhiel and Coons ( 1957:7 ) bahwa kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang akan dicapai bersama (share goal ). Sedangkan menurut Rauch and Behling (1984:46) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah proses memberi arti ( pengarahan berarti ) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs and Jacques, 1990:281). Lebih lanjut ditegaskan Kouzes dan Posner (1993:11) menyatakan “Leadership is realitonship, one between constituent and leader that is based in mutual needs and interest.” Sebagai hubungan anatara anggota-anggota organisasi dan pemimpin, maka kepemimpinan berlangsung atasa dasar adanya saling membutuhkan dan minta yang sama dalam rangka mencapai tujuan.
Wahjosumidjo (1987:11) menjelaskan bahwa butir-butir materi pengertian dari berbagai kepemimpinan pada hakikatnya memberikan makna:
a.          Kepemimpinan adalah suatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu seperti: kepribadian ( personality ), kemampuan (ability), dan kesanggupan ( capability )
b.         Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan ( activity ) pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan ( posisi ) serta gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri.
c.          Kepemimpinan adalah sebagai proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin, pengikut dan situasi.
Berbagai para ahli mendefinisikan pengertian kepemimpinan ( Leadership ) dengan analisa dari sudut pandang yang berbeda, antara lain sebagai berikut :
a.         Ordway Tead ( 1935 )
“ Leadership is the activity of influencing people to cooperate toward so may goal which come to find disireable”
(Kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai beberapa tujuan yang mereka inginkan)

b.        Harold Koontz and Cyriil O’Donelle ( 1976 )
“ Leadership is the art of in ducing subordinates to accomplish their assignment with zeal and confidence”
(Kepemimpinan adalah seni membujuk bawaan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan mereka dengan semangat keyakinan)

c.         Paul Hersey and Kenneth H. Blanchard ( 1982 )
“ Leadership is the procces influencing the activities an individual or a group in efforts toward goal achievements in a given situation”
(Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu)

d.        Gary Yukl
“ Leadership is the procces of influencing other to understand an agree about what needs to be don’t and how it can be done effectively, and the procces of facilitating individual and collective efforts to accomplish the share objectives”
(Kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat dilakukan secara efektif, dan proses memfasilitasi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

2.        Teori Kepimpinan Partisipatif
Gaya kepemimpinan partisipatif :
Salah satu model kepemimpinan adalah teori x dan y yang dikemukakan oleh Douglas McGregor. Douglas mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai kodrat manusia secara dasar, yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan.
a.         Teori X & Teori Y dari Douglas McGregor
1)        Teori x adalah mengandaikan pekerja yang tidak suka bekerja, malas, tidak suka pada tanggungjawab, perlu dipaksa untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
2)        Teori y adalah mengandaikan pekerja yang suka bekerja, bersemangat, kreatif dan senantiasa dapat mencari tanggungjawab dan bersedia melaksanakan tugas dengan kawalan yang minimum.


Teori Y
Teori X
Dasar sifat baik ( Positif )
Dasar sifat buruk ( Negatif )


·         Kebanyakan  orang senang bekerja dan rajin
·         Kreatif, gagasan baru, ambisi maju dan menemukan cara yang lebih baik
·         Rasa tanggung jawab besar
·         Tingkat readyness tinggi, serta mampu dan mengarahkan pekerjaan sendiri
·         Disiplin, dedikasi, pengabdian, produktif, dan rasa memiliki
·         Peduli terhadap organisasi

·         Kebanyakan orang tidak suka kerja dan malas
·         Pasif, tidak gairah untuk maju, dan kerja hanya berdasarkan perintah saja
·         Tingkat readyness rendah, selalu perlu pengarahan, pengawasan dan motivasi
·         Eogisme, berwawasan sempit, tidak produktif, dan tidak peduli terhadap peraturan/norma-norma organisasi
·         Menghindari tanggungjawab
·         Acuh terhadap tujuan organisasi

Gaya Efektif : Demokratis

Gaya Efektif : Otoriter




b.         Teori Sistem 4 dari Rensis Likert
Menurut Likert pemimpin dapat berhasil jika bergaya partisipative management. Gaya inimenetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan, danmendasarkan pada komunikasi. Selain itu semua pihak dalam organisasi bawahan maupun pemimpin menerapkan hubungan atau tata hubungan yang mendukung (supportive relationship) Likert merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen:
1)             Manajer Sistem 1
Dalam sistem ini manajer atau pemimpin membuat semua keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan dan memerintahkan bawahan untuk melaksanakannya. Manajer juga menentukan secara kaku standard an metode pelaksanaannya. Manajer sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistic. Pemimpin dalam system ini hanya maumemperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilankeputusan di tingkat atas saja.2.

2)             Manajer Sistem 2
Manajernya mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, memotivasi,memperbolehkan adanya komunikasi ke atas. Bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasannya.3.

3)             Manajer Sistem 3.
Manajer mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan biasanya kalau ia membutuhkaninformasi, ide atau pendapat bawahan Bawahan disini merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama atasannya.

4)             Manajer Sistem 4,
Manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan selalu mengandalkan untukmendapatkan ide-ide dan pendapat dari bawahan danmempunyai niatan untuk menggunakan pendapat bawahan secara konstruktif. Bawahanmerasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang bertaliandengan tugasnya bersama atasannya.
Rensis Likert dan Stone (dalam Nurdin, 2007) Mengembangkan Empat sistem tersebut terdiri dari:
1)             Sistem 1  otoritatif dan eksploitif
Manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh manajer.
2)             Sistem 2 otoritatif dan benevolent
Cirinya masih memberi perintah-perintah, tetapi bawahan masih mempunyai kebebasan tertentu untuk mengomentari perintah.
3)             Sistem 3 konsultatif,
Cirinya menetapkan tujuan dan memberi perintah umum setelah dibahas bersama.
4)             Sistem 4 partisipatif,
Cirinya tujuan ditetapkan dan keputusan dibuat oleh kelompok (system ideal)
c.          Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum & Scmidt
Model Kontinum - Schmidt & Tannenbaum (Continuum Modef Gaya kepemimpinan pada hakikatnya merupakan tingkah laku pemimpin dalarn berhubungan dengan bawahan di dalam rangka pengambilan keputusan. Terdapat dua bidang pengaruh yang ekstrim dalam proses pengambilan keputusan sehingga menimbulkan kecenderungan berperilaku tertentu
Perilaku tersebut bertitik tolak dari dua pandangan dasar:
1)             Berorientasi pada pemimpin ( bidang pengaruh pimpinan)
2)             Berorientasi pada bawahan (bidang pengaruh kebebasan bawahan).

Pada bidang pertama pemimpin menggunakan gaya otoriter dalam kepemimpinannya, sedangkan pada bidang ke dua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannya dalam pelaksanakan aktivitas pengambilan keputusan yang dilakukan pimpinan. Dari dua pandangan dasar tersebut selanjutnya dikembangkan tujuh model gaya kepemimpinan dalam pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin.
Bertolak dari dua model dasar tersebut dapat dikembangkan 7 gaya kepemimpinan yakni:
1)             Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (teiling)
2)             Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling)
3)             Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan
4)             Pemimpin memberikan keputusan tentatif, dan keputusan masih dapat diubah
5)             Pemimpin memberikan problem dan minta saran pemecahannya pada bawahan (consulting)
6)             Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok membuat keputusan
7)             Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas_batas dilentukan (joining).

Menurut Tannenbaum dan Schmidt dalam pemilihan gaya kepemimpinan yang efekti faktor yang harus dipertimbangkan oleh seorang pemimpin yaitu: a. Kekuatan yang ada pimpinan: meliputi latar belakang pendidikan, latar belakang kehidupan pribadi, pengetahuan, nilai-nilai hidup yang dihayati, kecerdasan, pengalaman, dan lainjain. b. Kekuatan yang ada bawahan: tingkat kebutuhan bawahan akan tanggung jawab dan kebebasan bertindak dalam pembuatan keputusan, t c. Tingkat pengetahuan dan berpengalaman yang dimiliki bawahan dalam bekerja.
Pimpinan cenderung memilih gaya yang otoriter apabila kondisi kekuatan ada pada pimpinan, sedangkan apabila kondisi kekuatan ada pada bawahan maka pimpinan akan mengambil gaya demokratis.

d.         Teori kepemimpinan dari konsep Modern Choice Approach to Participation yang memuat Decicion Tree.
Teori kepeminmpinan Vroom & Yetton adalah jenis teori kontingensi yang menjelaskan pada hal pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin. Teori vroom dan yetton juga di sebut teori normative karena mengarah pada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya di gunakan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini ada 5 jenis cirri pengambilan keputusan dalam teori ini :
1)             pemimpin mengambil sendiri keputusan berasarkan informasi yang ada padanya saat itu.
2)             pemimpin memperoleh informasi dari bawahannya dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang didapat. jadi peran bahawan hanya memberikan informasi, bukan memberikan alternatif.
3)             pemimpin memberitahukan masalah yang sedang terjadi kepada bawahan secara pribadi, lalu kemudian memperoleh informasi tanpa mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, setelah itu mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/ tidak gagasan dari bawahannya.
4)             pemimpin mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, lalu menanyakan gagasan mereka terhadap masalah yang sedang ada, dan mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/tidak gagasan bawahannya
5)             pemimpin memberitahukan masalah kepada bawahanya secara berkelompok, lalu bersama – sama merundingkan jalan keluarnya, dan mengambil keputusan yang disetujui oleh semua pihak.

e.          Teori Kepemimpinan dari konsep Contingency Theory of Leadership dari Fiedler
Model kepemimpinan kontijensi Fiedler (1964, 1967) menjelaskan bagaimana situasi menengahi hubungan antara efektivitas kepemimpinan dengan ukuran ciri yang disebut nilai LPC rekan kerja yang paling tidak disukai. Teori kontingensi Fiedler menunjukkan hubungan antara orientasi pemimpin atau gaya dan kinerja kelompok yang berbeda di bawah kondisi situasional. Teori ini didasarkan pada penentuan orientasi pemimpin (hubungan atau tugas), unsur-unsur situasi (hubungan pemimpin-anggota, tugas struktur, dan kekuasaan posisi / jabatan), dan orientasi pemimpin yang ditemukan paling efektif karena situasi berubah dari rendah sampai sedang untuk kontrol tinggi. Fiedler menemukan bahwa tugas pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol rendah dan moderat dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif dalamsituasi kontrol moderat
Menurut interpretasi Fiedler (1978), nilai LPC menunjukkan hierarki motif seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang LPC nya tinggi terutama termotivasi untuk memiliki hubungan antar pribadi yang dekat dengan orang lain, termasuk bawahan, dan akan bertindak dalam cara yang suportif dan perhatian jika hubungan itu harus diperbaiki. Keberhasilan sasaran tugas merupakan motifsekunder yang akan menjadi penting hanya jika motif afiliasi telah dipenuhi oleh hubungan antar pribadi yang dekan dengan bawahan dan rekan sejawat. Pemimpin yang LPC nya rendah terutama termotivasi oleh keberhasilan sasaran tugas danakan menekankan perilaku yang berorientasi tugas kapan saja terhadap permasalahan tugas. Motif sekunder dalam membuat hubungan yang baik dengan bawahan akan menjadi penting hanya jika kelompok itu memiliki kinerja baik dan tidak ada permasalahan tugas yang serius
Ashour (1973) menyebutkan bahwa model LPC benar-benar sebuah teori karena tidak menjelaskan bagaimana nilai LPC seorang pemimpin dalam mempengaruhi kinerja kelompok. Kekurangan perilaku pemimpin yang jelas dan variabel pengganggu membatasi penggunaan model tersebut. Dan saat tidak ada variabel perilaku, model tersebut tidak memberikan suatu bimbingan untuk melatih para pemimpin untuk bagaimana beradaptasi dengan situasi.

f.          Teori Kepemimpinan dari Konsep Path Goal Theory.
Teori path-goal dalam Kepemimpinan Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori pathgoal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi. Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah pathgoal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Oleh karenanya, Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar: 1. Fungsi Pertama adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya. 2. Fungsi Kedua adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka. Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan.
Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
1)             Kepemimpinan pengarah (directive leadership) Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
2)             Kepemimpinan pendukung (supportive leadership) Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3)             Kepemimpinan partisipatif (participative leadership) Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
4)             Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership) Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut. Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.

Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
1)             Karakteristik Bawahan Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan.
Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
a)        Letak Kendali (Locus of Control) Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive
b)        Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism) Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan  yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
c)        Kemampuan (Abilities) Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.

2)             Karakteristik Lingkungan Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
a)      Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
b)      Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.

Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1)             Struktur Tugas Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2)             Wewenang Formal Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan partisipasi bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3)             Kelompok Kerja Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportif.

C.           Kesimpulan
Kepemimpinan (leadership) adalah perilaku seorang individu  yang mempimpin suatu kelompok upaya mencapai sebuah tujuan yang berada di dalam organisasi. Kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat dilakukan secara efektif, dan proses memfasilitasi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

DAFTAR PUSTAKA
ZakariaZainudin & Soon Ying Goh. (2006). Memotivasi Pekerja. Selangor: PTS Proffesional Publishing
Oekarso, Iskandar Putong. (2015).  Kepemimpinan Kajian Teoritis dan Praktis (Volume 1 dari kepemimpinan Edisi 1). Jakarta: Erlangga.
Ruky, S., Achmad. (2002). Sukses Sebagai Manajer Profesional Tanpa Gelar MM atau MBA. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Nurdin, Didi. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis. Jakarta: Imperial Bhakti Utama
Yukl. (2005). Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Index
Vroom, H., Victor & Arthur G. Jago. (1974). Leadership and Decision Making. Journal of Science Institute. Vol 5, 321-335.