Tugas Softkill
Kelompok 3 (Mangga) :
1. Hilda Azkiya
Mawardya
( 14513121 )
2. Lily
Melinda
( 14513987 )
3. Marchsya Rahayu
Kartikasari (
15513261 )
4. Nelda Triana
Apriliasih
( 16513374 )
5. Qory
Yuliana
(17513064 )
6. Putri
Alifia
(15512752 )
LEADERSHIP
A.
PENDAHULUAN
Dewasa ini Leadership ( kepimpinan ) dapat diartikan sebagai pemimpin atau
pun ketua. leadership juga adalah
seseorang yang biasanya disegani oleh orang sekitarnya, karena seorang leadership mempunyai kewenangan dan
kekuasaan atas segala peraturan yang dibuat di ruang lingkupnya. Leadership
juga merupakan seseorang yang dapat mempengaruhi para anggotanya karena seorang
leadership selalu dianggap benar.
Leadership
yang baik juga bisa dikatakan leadership yang mampu menyimak pendapat
anggotanya dengan seksama, menghargai setiap pendapat orang dan mampu
bermusyawarah dengan baik. Seorang Leadership
bisa mencerna setiap kata yang masuk di dalam pikirannya dengan memilah mana
yang baik dan tidak baik untuk diterima. Sebelum masuk ke teori sebaiknya kita
bisa memahami dulu arti kata Leaderhip
( Kepemimpinan ) itu sendiri dengan melihat pengertian dari beberapa ahli.
B.
TEORI
1.
Definisi
Leadership
Menurut
Hemhiel and Coons ( 1957:7 ) bahwa kepemimpinan adalah perilaku dari seorang
individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang
akan dicapai bersama (share goal ).
Sedangkan menurut Rauch and Behling (1984:46) menyatakan bahwa kepemimpinan
adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah proses memberi arti ( pengarahan berarti ) terhadap usaha
kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang
diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs and Jacques, 1990:281). Lebih lanjut
ditegaskan Kouzes dan Posner (1993:11) menyatakan “Leadership is realitonship,
one between constituent and leader that is based in mutual needs and interest.”
Sebagai hubungan anatara anggota-anggota organisasi dan pemimpin, maka
kepemimpinan berlangsung atasa dasar adanya saling membutuhkan dan minta yang
sama dalam rangka mencapai tujuan.
Wahjosumidjo
(1987:11) menjelaskan bahwa butir-butir materi pengertian dari berbagai kepemimpinan
pada hakikatnya memberikan makna:
a.
Kepemimpinan adalah suatu yang melekat
pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu seperti:
kepribadian ( personality ),
kemampuan (ability), dan kesanggupan
( capability )
b.
Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan ( activity ) pemimpin yang tidak dapat
dipisahkan dengan kedudukan ( posisi )
serta gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri.
c.
Kepemimpinan adalah sebagai proses antar
hubungan atau interaksi antara pemimpin, pengikut dan situasi.
Berbagai para ahli mendefinisikan
pengertian kepemimpinan ( Leadership ) dengan analisa dari sudut pandang yang
berbeda, antara lain sebagai berikut :
a.
Ordway
Tead ( 1935 )
“ Leadership is the activity of
influencing people to cooperate toward so may goal which come to find
disireable”
(Kepemimpinan
adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai
beberapa tujuan yang mereka inginkan)
b.
Harold Koontz and Cyriil O’Donelle (
1976 )
“ Leadership is the art of in
ducing subordinates to accomplish their assignment with zeal and confidence”
(Kepemimpinan
adalah seni membujuk bawaan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan mereka
dengan semangat keyakinan)
c.
Paul Hersey and Kenneth H. Blanchard (
1982 )
“ Leadership is the procces
influencing the activities an individual or a group in efforts toward goal
achievements in a given situation”
(Kepemimpinan
adalah proses mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk
mencapai tujuan dalam situasi tertentu)
d.
Gary Yukl
“ Leadership is the procces of
influencing other to understand an agree about what needs to be don’t and how
it can be done effectively, and the procces of facilitating individual and
collective efforts to accomplish the share objectives”
(Kepemimpinan
adalah mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu
dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat dilakukan secara efektif, dan proses
memfasilitasi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
2.
Teori
Kepimpinan Partisipatif
Gaya kepemimpinan partisipatif
:
Salah satu model kepemimpinan
adalah teori x dan y yang dikemukakan oleh Douglas McGregor. Douglas
mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai kodrat manusia secara
dasar, yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan.
a.
Teori
X & Teori Y dari Douglas McGregor
1)
Teori x adalah mengandaikan pekerja yang
tidak suka bekerja, malas, tidak suka pada tanggungjawab, perlu dipaksa untuk
melaksanakan suatu pekerjaan.
2)
Teori y adalah mengandaikan pekerja yang
suka bekerja, bersemangat, kreatif dan senantiasa dapat mencari tanggungjawab
dan bersedia melaksanakan tugas dengan kawalan yang minimum.
Teori
Y
|
Teori X
|
Dasar
sifat baik ( Positif )
|
Dasar
sifat buruk ( Negatif )
|
|
·
Kebanyakan orang senang bekerja dan rajin
·
Kreatif, gagasan baru, ambisi maju
dan menemukan cara yang lebih baik
·
Rasa tanggung jawab besar
·
Tingkat readyness tinggi, serta mampu dan mengarahkan pekerjaan sendiri
·
Disiplin, dedikasi, pengabdian,
produktif, dan rasa memiliki
·
Peduli terhadap organisasi
|
·
Kebanyakan orang tidak suka kerja
dan malas
·
Pasif, tidak gairah untuk maju,
dan kerja hanya berdasarkan perintah saja
·
Tingkat readyness rendah, selalu perlu pengarahan, pengawasan dan
motivasi
·
Eogisme, berwawasan sempit, tidak
produktif, dan tidak peduli terhadap peraturan/norma-norma organisasi
·
Menghindari tanggungjawab
·
Acuh terhadap tujuan organisasi
|
Gaya
Efektif : Demokratis
|
Gaya Efektif : Otoriter
|
|
|
b.
Teori Sistem 4 dari Rensis Likert
Menurut Likert pemimpin dapat berhasil jika bergaya
partisipative management. Gaya inimenetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah
jika berorientasi pada bawahan, danmendasarkan pada komunikasi. Selain itu
semua pihak dalam organisasi bawahan maupun pemimpin menerapkan hubungan atau
tata hubungan yang mendukung (supportive
relationship) Likert merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen:
1)
Manajer Sistem 1
Dalam sistem ini manajer atau pemimpin membuat semua
keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan dan memerintahkan bawahan untuk
melaksanakannya. Manajer juga menentukan secara kaku standard an metode
pelaksanaannya. Manajer sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada
bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistic. Pemimpin
dalam system ini hanya maumemperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan
hanya membatasi proses pengambilankeputusan di tingkat atas saja.2.
2)
Manajer Sistem 2
Manajernya mempunyai kepercayaan yang terselubung,
percaya pada bawahan, memotivasi,memperbolehkan adanya komunikasi ke atas.
Bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan
tugas pekerjaannya dengan atasannya.3.
3)
Manajer Sistem
3.
Manajer mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan
biasanya kalau ia membutuhkaninformasi, ide atau pendapat bawahan Bawahan
disini merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan
tugas pekerjaan bersama atasannya.
4)
Manajer Sistem
4,
Manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap
bawahannya. Dalam setiap persoalan selalu mengandalkan untukmendapatkan ide-ide
dan pendapat dari bawahan danmempunyai niatan untuk menggunakan pendapat
bawahan secara konstruktif. Bawahanmerasa secara mutlak mendapat kebebasan
untuk membicarakan sesuatu yang bertaliandengan tugasnya bersama atasannya.
Rensis Likert dan Stone (dalam Nurdin, 2007)
Mengembangkan Empat sistem tersebut terdiri dari:
1)
Sistem 1 otoritatif dan eksploitif
Manajer membuat semua keputusan yang berhubungan
dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan
metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh manajer.
2)
Sistem 2
otoritatif dan benevolent
Cirinya masih memberi perintah-perintah, tetapi
bawahan masih mempunyai kebebasan tertentu untuk mengomentari perintah.
3)
Sistem 3
konsultatif,
Cirinya menetapkan tujuan dan memberi perintah umum
setelah dibahas bersama.
4)
Sistem 4
partisipatif,
Cirinya tujuan ditetapkan dan keputusan dibuat oleh
kelompok (system ideal)
c.
Theory of
Leadership Pattern Choice
dari Tannenbaum & Scmidt
Model Kontinum - Schmidt &
Tannenbaum (Continuum Modef Gaya kepemimpinan pada hakikatnya merupakan tingkah
laku pemimpin dalarn berhubungan dengan bawahan di dalam rangka pengambilan
keputusan. Terdapat dua bidang pengaruh yang ekstrim dalam proses pengambilan
keputusan sehingga menimbulkan kecenderungan berperilaku tertentu
Perilaku tersebut bertitik tolak dari dua pandangan
dasar:
1)
Berorientasi
pada pemimpin ( bidang pengaruh pimpinan)
2)
Berorientasi
pada bawahan (bidang pengaruh kebebasan bawahan).
Pada bidang pertama pemimpin menggunakan gaya
otoriter dalam kepemimpinannya, sedangkan pada bidang ke dua pemimpin
menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam
hubungannya dalam pelaksanakan aktivitas pengambilan keputusan yang dilakukan
pimpinan. Dari dua pandangan dasar tersebut selanjutnya dikembangkan tujuh
model gaya kepemimpinan dalam pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin.
Bertolak dari dua model dasar tersebut dapat
dikembangkan 7 gaya kepemimpinan yakni:
1)
Pemimpin membuat
dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (teiling)
2)
Pemimpin menjual
dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling)
3)
Pemimpin
menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan
4)
Pemimpin
memberikan keputusan tentatif, dan keputusan masih dapat diubah
5)
Pemimpin
memberikan problem dan minta saran pemecahannya pada bawahan (consulting)
6)
Pemimpin
menentukan batasan-batasan dan minta kelompok membuat keputusan
7)
Pemimpin
mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas_batas dilentukan (joining).
Menurut Tannenbaum dan Schmidt dalam pemilihan gaya
kepemimpinan yang efekti faktor yang harus dipertimbangkan oleh seorang
pemimpin yaitu: a. Kekuatan yang ada pimpinan: meliputi latar belakang
pendidikan, latar belakang kehidupan pribadi, pengetahuan, nilai-nilai hidup
yang dihayati, kecerdasan, pengalaman, dan lainjain. b. Kekuatan yang ada
bawahan: tingkat kebutuhan bawahan akan tanggung jawab dan kebebasan bertindak
dalam pembuatan keputusan, t c. Tingkat pengetahuan dan berpengalaman yang
dimiliki bawahan dalam bekerja.
Pimpinan cenderung memilih gaya yang otoriter
apabila kondisi kekuatan ada pada pimpinan, sedangkan apabila kondisi kekuatan
ada pada bawahan maka pimpinan akan mengambil gaya demokratis.
d.
Teori kepemimpinan dari konsep Modern Choice Approach to
Participation yang memuat Decicion
Tree.
Teori kepeminmpinan Vroom & Yetton adalah jenis
teori kontingensi yang menjelaskan pada hal pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh pemimpin. Teori vroom dan yetton juga di sebut teori normative karena mengarah pada pemberian
suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya di gunakan dalam
situasi tertentu. Dalam hal ini ada 5 jenis cirri pengambilan keputusan dalam
teori ini :
1)
pemimpin
mengambil sendiri keputusan berasarkan informasi yang ada padanya saat itu.
2)
pemimpin
memperoleh informasi dari bawahannya dan mengambil keputusan berdasarkan
informasi yang didapat. jadi peran bahawan hanya memberikan informasi, bukan
memberikan alternatif.
3)
pemimpin
memberitahukan masalah yang sedang terjadi kepada bawahan secara pribadi, lalu
kemudian memperoleh informasi tanpa mengumpulkan semua bawahannya secara
kelompok, setelah itu mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/ tidak
gagasan dari bawahannya.
4)
pemimpin
mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, lalu menanyakan gagasan mereka
terhadap masalah yang sedang ada, dan mengambil keputusan dengan
mempertimbangkan/tidak gagasan bawahannya
5)
pemimpin
memberitahukan masalah kepada bawahanya secara berkelompok, lalu bersama – sama
merundingkan jalan keluarnya, dan mengambil keputusan yang disetujui oleh semua
pihak.
e.
Teori Kepemimpinan dari konsep Contingency Theory of Leadership dari Fiedler
Model kepemimpinan kontijensi Fiedler (1964, 1967)
menjelaskan bagaimana situasi menengahi hubungan antara efektivitas
kepemimpinan dengan ukuran ciri yang disebut nilai LPC rekan kerja yang paling
tidak disukai. Teori kontingensi Fiedler menunjukkan hubungan antara orientasi
pemimpin atau gaya dan kinerja kelompok yang berbeda di bawah kondisi
situasional. Teori ini didasarkan pada penentuan orientasi pemimpin (hubungan
atau tugas), unsur-unsur situasi (hubungan pemimpin-anggota, tugas struktur,
dan kekuasaan posisi / jabatan), dan orientasi pemimpin yang ditemukan paling
efektif karena situasi berubah dari rendah sampai sedang untuk kontrol tinggi.
Fiedler menemukan bahwa tugas pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi
kontrol rendah dan moderat dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif
dalamsituasi kontrol moderat
Menurut interpretasi Fiedler (1978), nilai LPC
menunjukkan hierarki motif seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang LPC nya
tinggi terutama termotivasi untuk memiliki hubungan antar pribadi yang dekat
dengan orang lain, termasuk bawahan, dan akan bertindak dalam cara yang
suportif dan perhatian jika hubungan itu harus diperbaiki. Keberhasilan sasaran
tugas merupakan motifsekunder yang akan menjadi penting hanya jika motif
afiliasi telah dipenuhi oleh hubungan antar pribadi yang dekan dengan bawahan
dan rekan sejawat. Pemimpin yang LPC nya rendah terutama termotivasi oleh
keberhasilan sasaran tugas danakan menekankan perilaku yang berorientasi tugas
kapan saja terhadap permasalahan tugas. Motif sekunder dalam membuat hubungan
yang baik dengan bawahan akan menjadi penting hanya jika kelompok itu memiliki
kinerja baik dan tidak ada permasalahan tugas yang serius
Ashour (1973) menyebutkan bahwa model LPC
benar-benar sebuah teori karena tidak menjelaskan bagaimana nilai LPC seorang
pemimpin dalam mempengaruhi kinerja kelompok. Kekurangan perilaku pemimpin yang
jelas dan variabel pengganggu membatasi penggunaan model tersebut. Dan saat
tidak ada variabel perilaku, model tersebut tidak memberikan suatu bimbingan
untuk melatih para pemimpin untuk bagaimana beradaptasi dengan situasi.
f.
Teori Kepemimpinan dari Konsep Path Goal Theory.
Teori path-goal
dalam Kepemimpinan Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini
adalah teori pathgoal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi
kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen
dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan
consideration serta teori pengharapan motivasi. Dasar dari teori ini adalah
bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan
mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk
menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara
keseluruhan. Istilah pathgoal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang
efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke
pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang
lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal,
suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang
ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa
mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat
bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2)
menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam
kinerja efektif (Robins, 2002).
Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House
mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative
leader dan achievement-oriented
leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin,
House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal
mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau
keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan
efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin
menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk
melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Model path-goal menjelaskan bagaimana
seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan
bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang
mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana
sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi
(path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan
memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara
usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan
nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling
efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil
yang bernilai tinggi. Oleh karenanya, Model path-goal menganjurkan bahwa
kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar: 1. Fungsi Pertama adalah memberi
kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya
dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan
tugasnya. 2. Fungsi Kedua adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya
dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka. Untuk
membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya
kepemimpinan.
Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam
model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
1)
Kepemimpinan
pengarah (directive leadership)
Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka,
memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta
memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan
tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi
dan pengawasan.
2)
Kepemimpinan
pendukung (supportive leadership)
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia
juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan
mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk
mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota
kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar
terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan
kekecewaan.
3)
Kepemimpinan
partisipatif (participative leadership)
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran
dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif
dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
4)
Kepemimpinan
berorientasi prestasi (achievement-oriented
leadership) Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang
menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta
terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan
tersebut. Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas dan dengan
memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin
harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan
mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada
kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan
kerja yang efektif.
Terdapat dua faktor situasional yang
diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic
of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
1)
Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal
memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan
jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera
bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan
masa depan.
Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
a)
Letak Kendali (Locus of Control) Hal ini berkaitan
dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang
mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka
lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal
meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar
kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya
kepemimpinan yang participative,
sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive
b)
Kesediaan untuk
Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat
authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang
tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan
partisipatif.
c)
Kemampuan (Abilities) Kemampuan dan pengalaman
bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan
pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented)
yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan
prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi
dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi
cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan
yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2)
Karakteristik
Lingkungan Pada faktor situasional ini path-goal
menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para
bawahan, jika:
a)
Perilaku
tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya
efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
b)
Perilaku
tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa
pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk
mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik
lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1)
Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang
direktif.
2)
Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan partisipasi
bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3)
Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan
kepemimpinan supportif.
C.
Kesimpulan
Kepemimpinan (leadership) adalah perilaku seorang
individu yang mempimpin suatu kelompok upaya
mencapai sebuah tujuan yang berada di dalam organisasi. Kepemimpinan
adalah mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu
dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat dilakukan secara efektif, dan proses
memfasilitasi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
ZakariaZainudin
& Soon Ying Goh. (2006). Memotivasi
Pekerja. Selangor: PTS Proffesional Publishing
Oekarso,
Iskandar Putong. (2015). Kepemimpinan
Kajian Teoritis dan Praktis (Volume 1 dari kepemimpinan Edisi 1). Jakarta:
Erlangga.
Ruky,
S., Achmad. (2002). Sukses Sebagai
Manajer Profesional Tanpa Gelar MM atau MBA. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Nurdin,
Didi. (2007). Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis. Jakarta: Imperial Bhakti Utama
Yukl.
(2005). Kepemimpinan dalam Organisasi.
Jakarta: Index
Vroom,
H., Victor & Arthur G. Jago. (1974). Leadership
and Decision Making. Journal of Science Institute. Vol 5, 321-335.