A.
Definisi Stress
Dari sudut
pandang ilmu kedokteran, menurut Hans Selye seorang fisiologi dan pakar stress
yang dimaksud dengan stress adalah suatu respon tubuh yang tidak spesifik
terhadap aksi atau tuntutan atasnya. Jadi merupakan
repons automatik tubuh yang bersifat adaptif pada setiap perlakuan yang
menimbulkan perubahan fisik atau emosi
yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi fisis yang optimal suatu organisme.
Dari sudut pandang psikologis stress didefinisikan sebagai suatu keadaan
internal yang disebabkan oleh kebutuhan psikologis tubuh atau disebabkan oleh
situasi lingkungan atau sosial yang potensial berbahaya, memberikan tantangan,
menimbukan perubaha-perubahan atau
memerlukan mekanisme pertahanan seseorang. Suwondo (1996)
mendifinisikan stess sebagai suatu keadaan psikologik yang merupakan
representatif dari transaksi khas dan problematika antara seseorang dengan
lingkungannya.
J. P. Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi mendefinisikan stress
sebagai satu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis. Hal senada
diungkapkan dalam Atkinson (1983), stress terjadi ketika orang dihadapkan dengan
peristiwa yang mereka rasakan sebagau mengancam kesehatan fisik maupun
psikologisnya. Keadaan sosial, lingkungan, dan fisikal yang menyebabkan stress
dinamakan stressor. Sementara reaksi orang terhadap peristiwa dinamakan respon
stress, atau secara singkat disebut stress.
Menurut Lazarus 1999 (dalam Rod Plotnik 2005:481), stress adalah rasa
cemas atau terancam yang timbul ketika kita menginterprestasikan atau menilai
suatu situasi sebagai melampaui kemampuan psikologis kita untuk bisa
menanganinya secara memadai (stress is the anxious or threatening feeling
that comes when we interpret or appraise a situation as being more than our
psychological resources can adequately handle).
Rice mengatakan
bahwa stress adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang
menyebabkan individu merasa tegang.
Atkinson mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan
membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang.Situasi ini disebut
sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadadap situasi stres ini disebut
sebagai respon stress.
1.
General
Adaptation Syndrom
Reaksi
fisiologis tubuh terhadap perubahan-perubahan akibat stress disebut sebagai
general adaption syndrome, yang terdiri dari tiga fase:
a.
Alarm
reaction (reaksi peringatan) pada fase ini
tubuh dapat mengatasi stressor (perubahan) dengan baik. Apabila ada rasa takut atau cemas atau
khawatir tubuh akan mengeluarkan adrenalin, hormon yang mempercepat katabolisme
untuk menghasilkan energi untuk persiapan menghadapi bahaya mengacam. Ditambah
dengan denyut jantung bertambah dan otot berkontraksi.
b.
The
stage of resistance (reaksi pertahanan). Reaksi terhadap
stressor sudah mencapai atau melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini
sudah dapat timbul gejala-gejala psikis dan somatis. Respon ini disebut juga
coping mechanism. Coping berarti kegiatan menghadapi masalah, misalnya kecewa
diatasi dengan humor, rasa tidak senang dihadapi dengan ramah dan sebagainya
c.
Stage
of exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak
dengan jelas. Gejala psikosomatis antara lain gangguan penceranaan, mual,
diare, gatal-gatal, impotensi, exim, dan berbagai bentuk gangguan lainnya.
Kadang muncul gangguan tidak mau makan atau terlalu banyak makan.
Menurut Hans Selya membagi stress membagi stress dalam 3 tingkatan,
a.
Eustress adalah respon stress ringan yang menimbulkan rasa bahagia, senang,
menantang, dan menggairahkan. Dalam hal ini tekanan yang terjadi bersifat
positif, misalnya lulus dari ujian, atau kondisi menghadapi suatu perkawinan.
b.
Distress merupakan respon stress yang buruk dan menyakitkan sehingga tak
mampu lagi diatasi
c.
Optimal
stress atau Neustress adalah stress
yang berada antara eustress dan distres, merupakan respon stress yang menekan
namun masih seimbang untuk menghadapi masalah dan memacu untuk lebih bergairah,
berprestasi, meningkatkan produktivitas kerja dan berani bersaing.
d.
Menurut
Lazarus dan Folkman, kondisi fisik, lingkungan, dan sosial merupakan penyebab
dari kondisi stres disebut dengan stressor.Istilah stressor pertama kali diperkenalkan
oleh selye. Jenis-jenis stressor dikelompokkan sebagai
berikut : masalah perkawinan, masalah keluarga, masalah hubungan interpersonal,
masalah pekerjaan, lingkunagn hidup, masalah hukum, keuangan, perkembangan
penyakit fisis dan lain-lain.
B.
Tipe-tipe Stress Psikologis
Menurut
Maramis (1990) ada empat tipe stress psikologis, yaitu:
1.
Frustasi
Frustasi muncul karena adanya kegagalan saat ingin mencapai suatu
hal/tujuan. Misalnya seseorang mengalami kegagalan dalam pekerjaan yang
mengakibatkan orang tersebut harus turun jabatan. Orang yang memiliki tujuan
tersebut mendapat beberapa rintangan/hambatan yang tidak mampu ia lalui
sehingga ia mengalami kegagalan atau frustasi.
Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha)
dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, krisis
ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain.
2.
Konflik
Konflik ditimbulkan karena ketidakmampuan memilih dua atau lebih macam
keinginan, kebutuhan, aau tujuan. Saat seseorang dihadapkan dalam situasi yang
berat untuk dipilih, orang tersebut akan mengalami konflik dalam dirinya.
Bentuk konflik digolongkan menjadi tiga bagian, approach-approach conflict,
approach-avoidant conflict, avoidant-avoidant conflict.
3.
Tekanan
Tekanan timbul dari tuntutan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal
dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi
sehingga menimbulkan tekanan dalam diri seseorang. Tekanan juga berasal dari
luar diri individu, misalnya orang tua yang menuntut anaknya untuk masuk ke
dalam jurusan yang tidak diminati oleh anaknya, anak yang menuntut orang tua
untuk dibelikan semua kemauannya, dan lain-lain.
4.
Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu kondisi ketika individu merasakan
kekhawatiran/kegelisahan, ketegangan, dan rasa tidak nyaman yang tidak
terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk. Misalnya
seorang anak yang sering dimarahi ibunya, anak tersebut akan merasakan
kecemasan yang cukup tinggi jika ia melakukan hal yang akan membuat ibunya
marah padahal ibu si anak tersebut belum tentu marah padanya.
C.
Symptom-reducing Respons Terhadap Stress
Kehidupan akan terus berjalan seiring dengan berjalannya waktu. Individu
yang mengalami stress tidak akan terus menerus merenungi kegagalan yang ia
rasakan. Untuk itu setiap individu memiliki mekanisme pertahanan diri
masing-masing dengan keunikannya masing-masing untuk mengurangi gejala-gejala
stress yang ada. Berikut mekanisme pertahana diri (defense mechanism) yang
biasa digunakan individu untuk dijadiakan strategi saat menghadapi stress:
1.
Indentifikasi
Identifikasi adalah suatu cara yang digunakan individu
untuk menghadapi orang lain dngan membuatnya menjadi kepribadiannya, ia ingin
serupa dan bersifat sama seperti orang lain tersebut. Misalnya seorang
mahasiswa yang menganggap dosen pembimbingnya memiiliki kepribadian yang
menyenangkan, cara bicara yang ramah, dan sebagainya. Maka mahasiswa tersebut
akan meniru dan berperilaku seperti dosennya.
2.
Kompensasi
Seorang individu tidak memperoleh kepuasan di bidang
tertentu, tetapi mendapatkan kepuasan di bidang lain. Misalnya Andi memiliki
nilai yang buruk dalam bidang Matematika, namun prestasi olah raga yang ia
miliki sangatlah memuaskan.
3.
Overcompensation/ reaction formation
Perilaku seseorang yang gagal mencapai tujuan dan
orang tersebut tidak mengakui tujuan pertama tersebut dengan cara melupakan
serta melebih-lebihkan tujuan kedua yang biasanya berlawanan dengan tujuan pertama.
Misalnya seorang anak yang ditegur gurunya karena mengobrol saat upacara,
bereaksi dengan menjadi sangat tertib saat melaksanakan upacara dan
menghiraukan ajakan teman untuk mengobrol.
4.
Sublimasi
Sublimasi adalah suatu mekanisme sejenis yang memegang
peranan positif dalam menyelesaikan suatu konflik dengan pengembangan kegiatan
yang konstruktif. Penggantian objek dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima
oleh masyarakat dan derajatnya lebih tinggi. Misalnya sifat agresifitas yang
disalurkan menjadi petinju atau tukang potong hewan.
5.
Proyeksi
Proyeksi adalah mekanisme perilaku dengan menempatkan
sifat-sifat batin sendiri pada objek di luar diri atau melemparkan kekurangan
diri sendiri pada orang lain. Mutu proyeksi lebih rendah daripada rasionalisasi.
Contohnya seorang anak tidak menyukai temannya, namun ia berkata temannyalah
yang tidak menyukainya.
6.
Introyeksi
Introyeksi adalah memasukan dalam pribadi dirinya
sifat-sifat pribadi orang lain. Misalnya seoarang wanita mencintai seorang
pria, lalu ia memasukan pribadi pria tersebut ke dalam pribadinya.
7.
Reaksi konversi
Secara singkat mengalihkan konflik ke alat tubuh atau
mengembangkan gejala fisik. Misalkan belum belajar saat menjelang bel masuk
ujian, seorang anak wajahnya menjadi pucat dan berkeringat.
8.
Represi
Represi adalah konflik pikiran, impuls-impuls yang
tidak dapat diterima dengan paksaan ditekan ke dalam alam tidak sadar dan
dengan sengaja melupakan. Misalnya seorang karyawan yang dengan sengaja
melupakan kejadian saat ia dimarahi oleh bosnya tadi siang.
9.
Supresi
Supresi yaitu menekan konflik, impuls yang tidak dapat
diterima secara sadar. Individu tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang
menyenangkan dirinya. Misalnya dengan berkata “Sebaiknya kita tidak
membicarakan hal itu lagi.”
10.
Denial
Denial adalah mekanisme perilaku penolakan terhadap
sesuatu yang tidak menyenangkan. Misalnya seorang penderita diabetes memakan
semua makanan yang menjadi pantangannya.
11.
Regresi
Regresi adalah mekanisme perilaku seseorang yang
apabila menghadapi konflik frustasi, ia menarik diri dari pergaulan dengan
lingkunganya. Misalnya artis yang sedang digosipkan berselingkuh, karena malu
maka ia menarik diri dari perkumpulannya.
12.
Fantasi
Fantasi adalah apabila seseorang menghadapi konflik-frustasi,
ia menarik diri dengan berkhayal/berfntasi, misalnya dengan lamunan. Contoh
seorang pria yang tidak memiliki keberanian untuk menyatakan rasa cintanya
melamunkan berbagai fantasi dirinya dengan orang yang ia cintai.
13.
Negativisme
Adalah perilaku seseorang yang selalu
bertentangan/menentang otoritas orang lain dengan perilaku tidak terpuji.
Misalkan seorang anak yang menolak perintah gurunya dengan bolos sekolah.
14.
Sikap mengkritik orang lain
Bentuk pertahanan diri untuk menyerang
orang lain dengan kritikan-kritikan. Perilaku ini termasuk perilaku agresif
yang aktif (terbuka). Misalkan seorang karyawan yang berusaha menjatuhkan
karyawan lain dengan adu argument saat rapat berlangsung.
D.
Pendekatan “Problem Solving”
Terhadap Stress
Pendekatan Problem Solving terhadap Stres.
Proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah
dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat
diambil kesimpulan yang cermat dan akurat . Misalnya, kita menghadapi masalah
yang membuat kita stres jalan satu-satunya ialah yakin kepada tuhan dan
berdoalah maka tuhan pun memberi jalan keluarnya kepada kita.
Strategi coping yang spontan mengatasi stres ada dua
yaitu :
1.
Strategi Terfokus Masalah yang disebut juga
Problem focus coping, yaitu upaya seseorang untuk memfokuskan perhatian
pada masalah atau situasi spesifik yang telah terjadi, sambil mencoba menemukan
cara untuk mengubahnya atau menghindarinya. Strategi yang ditempuh untuk
memecahkan masalah antara lain menentukan masalahnya, mencari pemecahan
alternative, menimbang-nimbang alternative tersebut, dan memilih salah satunya
dan mengimplementasikannya.
2.
Strategi Terfokus Emosi yang disebut juga Emotion
focus coping, yaitu upaya untuk memecahkan emosi yang tidak dapat
dikendalikan. Terdapat banyak cara untuk mengatasi emosi
Referensi:
Basuki, Heru. 2008. Psikologi Umum. Jakarta:
Universitas Gunadarma
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan,
dan Perkembangannya. Yogyakarta: Andi Sunaryo. 2002.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk keperawatan.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Halgin, R.P., Whitbourne, S.K. 2010. Psikologi
Abnormal. Jakarta: Salemba Humanika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar