Final Fantasy 7 Cloud Strife

Rabu, 11 Maret 2015

Teori Kepribadian Sehat Menurut Aliran Humanistik dan Pendapat Allport




A.          Kepribadian Sehat Menurut Pandangan Aliran Humanistik
Aliran Humanistik merupakan kontribusi besar dari psikolog - psikolog terkenal seperti Carl Rogers, Goldon Allport dan Abraham Maslow. Humanistik muncul sebagai gerakan besar psikologi pada tahun 1950 1960-an. Humanistik menegaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk menyatakan diri. Manusia mempunyai potensi di dalam dirinya untuk berkembang sehat dan kreatif. Kreativitas adalah potensi semua orang yang tidak memerlukan bakat dan kemampuan khusus.
Aliran ini mengkritisi aliran Behaviorisme yang menekankan pada stimulasi tingkah laku yang teramati. Menurut aliran Humanistik, pandangan Behaviorisme terlalu menyederhankan dan melalaikan manusia dari pengalaman batinnya, tingkah lakunya yang kompleks, nilai-nilai cinta kasih atau kepercayaan, juga potensi dan aktualisasi diri. Humanistik sangat mementingkan self (diri) manusia sebagai pemersatu yang menerangkan pengalaman - pengalaman subjektif individual.
Aliran Humanistik juga tidak menyetujui pandangan Psikoanalisis yang cenderung pesimistik dan pandangan Behaviorisme yang cenderung memandang manusia sebagai netral (tidak baik dan tidak jahat). Menurut aliran Humanistik, Psikoanalisis dan Behaviorisme telah salah dalam memandang tingkah laku manusia, yaitu sebagai tingkah laku yang ditentukan oleh kekuatan - kekuatan diluar kekuasaanya (entah sadar entah tidak). Humanistik memandang manusia pada hakikatnya adalah baik. Perbuatan-perbuatan manusia yang kejam dan mementingkan diri sendiri dipandang sebagai tingkah laku patologik yang disebabkan oleh penolakan dan frustasi dari sifat yang pada dasarnya baik tersebut. Seorang manusia tidak dipandang sebagai mesin otomat yang pasif, tetapi sebagi peserta aktif yang mempunyai kemerdekaan memilih untuk menentukan nasibnya sendiri dan nasib orang lain. Aliran Humanistik memfokuskan diri pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional dalam mengendalikan hasrat biologisnya guna meraih potensi maksimal. Manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.
Menurut aliran humanistik kepribadian yang sehat, individu dituntut untuk mengembangkan potensi yang terdapat didalam dirinya sendiri. Bukan hanya mengandalakan pengalaman-pengalaman yang terbentuk pada masa lalu dan memberikan diri untuk belajar mengenai suatu pola mengenai yang baik dan benar sehingga menghasilkan respon individu yang bersifat pasif.
Ciri dari kepribadian sehat adalah mengatualisasikan diri, bukan respon pasif buatan atau individu yang terimajinasikan oleh pengalaman-pengalaman masa lalu. Aktualisasi diri adalah mampu mengedepankan keunikan dalam pribadi setiap individu, karena setiap individu memiliki hati nurani dan kognisi untuk menimbang-nimbang segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Humanistik menegaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk menyatakan diri. Bagi ahli-ahli psikologi humanistik, manusia jauh lebih banyak memiliki potensi. Manusia harus dapat mengatasi masa lampau, kodrat biologis, dan ciri-ciri lingkungan. Manusia juga harus berkembang dan tumbuh melampaui kekuatan-kekuatan negatif yang secara potensial menghambat.
Gambaran ahli psikologi humanistik tentang kodrat manusia adalah optimis dan penuh harapan. Mereka percaya terhadap kapasitas manusia untuk memperluas, memperkaya, mengembangkan, dan memenuhi dirinya, untuk menjadi semuanya menurut kemampuan yang ada. Aliran Humanistik juga memfokuskan diri pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional dalam mengendalikan hasrat biologisnya guna meraih potensimaksimal. Manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilakunya.
Ada empat ciri psikologi yang berorientasi Humanistik, yaitu:
1)         Memusatkan perhatian pada person mengalami, dan karenanya berfokus pada pengalaman sebagai fenomena primer dalam mempelajari manusia.
2)          Memberi tekanan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti kreativitas, akutalisasi diri, sebagai lawan pandang tentang manusia yang mekanistis dan reduksionistis.
3)      Menyadarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah - masalah yang akan dipelajari dan prosedur - prosedur penelitian yang akan digunakan.
4)     Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan martabat manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu. Selain Maslow sebagai tokoh dalam Psikologi Humanistik, juga Carl Rogers, yang terkenal dengan client - centered therapy.

B.          Kepribadian Sehat Menurut Pendapat Allport
Dalam pandangan Allport, kebahagiaan bukan merupakam suatu tujuan dalam dirinya sendiri. Tetapi kebahagiaan dapat merupakan hasil sampingan dari keberhasilan integrasi kepribadian dalam mengejar aspirasi-aspirasi dan tujuan-tujuan. Kebahagiaan bukan suatu pertimbangan utama bagi orang yang sehat tetapi mungkin berlaku bagi orang yang memiliki aspirasi-aspirasi yang dikejarnya secara aktif.
Dengan demikian anda akan bahagia untuk mengetahui, tetpi tidak perlu bahagia supaya menjadi seorang yang matang dan sehat. Kepribadian yang sehat tidak perlu menjadi kepribadian yang bersenang-senang dan bahagia secara jasmani dan rohani. Sesungguhnya, Allport percaya bahwa mungkin kehidupan orang yang sehat suram dan penuh dengan rasa sakit dan sedih.
Ada segi lain dari konsepsi Allport tentang kepribadian sehat yang mungkin kelihatannya paradoks: tujuan yang dicita-citakan oleh orang yang sehat pada hakikatnya tidak dapat dicapai! Dia rupanya mengemukakan bahwa meskipun subtujuan-tujuan yang dekat dapat dicapai, namu tujuan terakhir tidak dapat dicapai. Misalnya, bagaimanapun juga berhasilnya penjelajah Amunsden dalam berbagai petualangannya, namun tujuan penjelajahannya tidak pernah dapat dipuaskan sepenuhnya. Sesudah setiap penemuan baru (pemuasan terhadap suatu subtujuan), dia segera mulai merencanakan tujuan brikutnya. Kehidupannya diarahkan (didorong) oleh seluruh tujuan untuk meneruskan penjajahan, tetapi tujuan ini tidak pernah dapat dipuaskan sepenuhnya sejauh masih adabeberapa dareh lain yang belum dijelajah.
Kita teringat pepatah, “semakin banyak anda mendapat, semakin banyak juga anda inginkan”. Tujuan terakhir menarik orang dari salah satu subtujuan ke subtujuan yang lain, tetapi tetap selalu dalam masa depan yang tidak dapat dijangkau sampai mati atau sama seperti halangan dari suatu hambatan yang tidak dapat diatasi.
Kita semua telah mendengar orang berkata, “Apabila saya dapat menghasilkan $15,000 setahun saya akan puas. Saya tidak membutuhkan sesuatu lagi”. Kemungkinan besar orang itu akan mengetahui bahwa apabila tujuan tertentu itu tercapai, dia tidak akan puas; maka suatu tingkat pendapatan lebih tinggi menjadi suatu tujuan baru. Tujuan terakhir yakni suatu pendapatan yang cukup mungkin tidak pernah tercapai dan orang itu didorong selalu ke tingkat-tingkat pendapat yang lebih tinggi. Allport menulis, “Keselamatan hanya berlaku bagi dia yang tidak henti-hentinya menyibukkan diri dalam mengejar tujuan-tujuan yang pada akhirnya tidak tercapai sepenuhnya”.
Mungkin beruntung  bahwa tujuan-tujuan kita yang terakhir tidak pernah tercapai sepenuhnya, karena apakah yang terjadi kalau tujuan-tujuan yang terakhir tidak pernah tercapai sepenuhnya, karena apakah yang terjadi kalau tujuan-tujuan yang terakhir itu tercapai sepenuhnya, karena apakah yang terjadi kalau tujuan-tujuan yang pada akhirnya tidak tercapai sepenuhnya? Kita tidak akan memiliki lagi suatu kekuatan pendorong untuk mengarahkan kehidupan kita dan mengintegrasikan serta mempersatukan semua segi kepribadian kita. Kita harus mengembangkan suatu motif baru untuk menggantikan motif lama supaya kepribadian tetap sehat.
Allport mengakui kebutuhan ini menemukan motif-motif apabila motif-motif yang ada ternyata tidak cukup atau tidak cocok lagi, dan dengan demikian dia mengemukakan “prinsip pengatur energy” (principle of organizing the energy level). Orang yang matang dan sehat terus-menerus membutuhkan motif-motif kekuatan dan daya hidup yang cukup untuk menghabiskan energy-energinya. Misalnya, seorang wanita mungkin memiliki tujuan yang menguras tenaga yakni membesarkan anak-anaknya sesuai dengan kriterianya tentang apa yang disebut baik. Ketika anak-anak itu masih kecil dan bertumbuh menjadi matang, maka tujuan ini cukup menguras energinya. Mungkin dia mencapai subtujuan selama ia membesarkan anak-anaknya itu, seperti membiasakan anak-anak akan kebersihan (toilet training) atau melatih penyesuaian diri mereka terhadap sekolah, ketika anak-anak berhasil mencapai kedewasaan? Tidak ada hal lain lagi yang dikerjakan wanita itu, dalam hal ini tujuan sudah tercapai. Dia harus menemukan minat-minat dan impian-impian baru. Energinya harus diarahkan lagi.
Allport memakai alas an yang sama untuk masalah kenakalan, kejahatan, dan pemberontakan anak remaja. Dia percaya bahwa beberapa anak muda kekurangan tujuan-tujuan yang berarti dan konsturktif untuk menghabiskan energy mereka. Energy harus menemukan jalan keluar dan apabila energy tidak diungkapkan secara konstruktif maka mungkin energy akan dilepaskan secara destruktif.
Teori Allport tentang dorongan dari kepribadian yang sehat memasukkan juga “prinsip penguasaan dan kemampuan” (principle of mastery and competency) yang berpendapat bahwa orang-orang yang matang dan sehat tidak cukup puas dengan melaksanakan atau mencapai tingkat-tingkat yang sedang atau yang hanya memadai. Mereka didorong untuk melakukan sedapat mungkin, untuk mencapai tingkat penguasaan dan kemampuan yang tinggi dalam usaha memuaskan motif-motif mereka.
Seperti anda dapat lihat, dorongan (yang bersifat konstruktif) adalah sangat penting bagi orang-orang sehat secara psikologis. Orang-orang yang demikian mengejar secara aktif tujuan-tujuan, harapan-harapan, dan impian-impian, dan kehidupan mereka dibimbing oleh suatu perasaan akan maksud, dedikasi, dan komitmen. Pengejaran terhadap suatu tujuan tidak pernah berakhir, apabila suatu tujuan harus dibuang, maka suatu motif yang baru harus cepat dibentuk. Orang-orang yang sehat melihat ke masa depan dan hidup dalam masa depan.

“DIRI” DARI ORANG YANG SEHAT
Konsep “diri” (self) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian yang sehat. Baik kata maupun konsep tersebut tampaknya sederhana sampai kita mulai memeriksa bermacam-macam cara bagaimana ahli-ahli teori kepribadian berusaha menjelaskan mungkin membingungkan kita tentang apa kiranya arti dari istilah yang sederhana ini.

Proprium
Allport ingin menghilangkan kontradiksi-kontradiksi dan kekaburan-kekaburan yang terkandung dalam pembicaraan-pembicaraan tentang “diri” dari semua konsep lain. Istilah yang dipilihnya adalah proprium dan dapat didefinisikan dengan memikirkan bentuk sifat “propriate” seperti dalam kata “appropriate”.
Proprium juga menunjuk kepada sesuatu yang dimiliki seseorang atau unik bagi seseorang. Itu berarti bahwa proprium(atau self) terdiri dari hal-hal atau proses-proses yang penting dan bersifat pribadi bagi seorang individu, segi-segi yang menentukan seseorang sebagai yang unik. Allport menyebutnya “saya sebagaimana dirasakan dan diketahui”.

Perkembangan Proprium
Proprium itu berkembang dari masa bayi sampai masa adolesensi melalui tujuh tingkat “diri” ini. Munculnya proprium merupakan suatu prasyarat untuk suatu kepribadian yang sehat.
“Dirijasmaniah. Kita tidak dilahirkan dengan suatu perasaan tentang diri; perasaan tentang diri bukan merupakan bagian dari warisan keturunan kata. Bayi tidak dapat membedakan antara diri (“saya”) dan dunia sekitarnya. Berangsur-angsur, dengan makin bertambah kompleksnya belajar dan pengalaman-pengalaman perseptual, maka berkembanglah suatu perbedaan yang kabur antara sesuatu yang ada “dalam saya” dan hal-hal lain “di luarnya”. Ketika bayi menyentuh, melihat, mendengar dirinya, orang-orang lain, dan benda-benda, perbedaan itu menjadi lebih jelas. Kira-kira pada usia 15 bulan, maka muncullah tingkat pertama perkembangan proprium­-diri jasmaniah.
Kesadaran “saya jasmaniah”- misalnya, bayi membedakan antara jari-jarinya dan sebuah benda yang dipegang dalam jari-jarinya- merupakan langkah pertama kea rah tercapainya seluruh diri. Allport menyebutnya “jangkar abadi untuk kesadaran diri kita”, meskipun masih jauh dari menjadi seluruh diri orang itu.
Identiras-diri. Pada tingkat kedua perkembangan, muncullah perasaan identitas-diri. Anak mulai sadar akan identitasnya yang berlangsung terus sebagai orang yang terpisah. Anak mempelajari namanya, menyadari bahwa bayangan dalam cermin hari ini adalah bayangan dari orang yang sama seperti yang dilihatnya kemarin, dan percaya bahwa perasaan tentang “saya” atau “diri” tetap bertahan dalam menghadapi pengalaman-pengalaman yang berubah-ubah
Allport berpendapat bahwa segi yang sangat penting dalam identitas diri adalah nama orang. Nama itu menjadi lambing dari kehidupan seseorang yang mengenal dirinya dan membedakannya dari semua diri yang lain di dunia.
Harga-diri. Tingkat ketiga dalam perkembangan proprium ialah timbulnya harga-diri. Hal ini menyangkut perasaan bangga dari anak sebagai suatu hasil dari belajar mengerjakan benda-benda atas usaanya sendiri. Pada tingkat ini, anak ingin membuat benda-benda, menyelidiki, dan memuaskan rasa ingin tahunya tentang lingkungan, memanipulasi dan mengubah lingkungan itu. Anak yang berusia 2 tahun yang bersifat ingin tahu dan agresif dapat menjadi sangat deskruptif karena dorongan untuk memanipulasi dan menyelidiki ini berkuasa. Allport percaya bahwa hal ini merupakan suatu tingkat perkembangan yang menentukan; apabila orangtua menghalangi kebutuhan anak untuk menyelidiki maka perasaan harga diri yang timbul dapat dirusakkan. Akibatnya dapat timbul perasaan dihina dan marah.
Inti dari munculnya harga-diri ialah  kebutuhan anak akan otonomi. Hal ini kelihatan dalam tingkah lakunya yang negatif sekitar usia 2 tahun, ketika anak kelihatannya selalu menentang segala sesuatu yang dikehendaki orangtua untuk dilakukannya. Kemudian sekitar 6 atau 7 tahun harga-diri lebih ditentukan oleh semangat bersaing dengan kawan-kawan sebayanya.
Perluasan diri (self extension). Tingkat perkembangan diri berikutnya, perluasan diri, mulai sekitar usia 4 tahun. Anak sudah mulai menyadaro orang-orang lain dan benda-benda dalam lingkungan dan fakta bahwa beberapa diantaranya adalah milik anak tersebut. Anak berbicara tentang “rumahku” atau “sekolahku”. Anak mempelajari arti dan niali dari milik seperti terungkap dalam kata yang bagus sekali “kepunyaanku”. Meskipun dalam usia ini, lingkaran benda-benda dan orang-orang seperti terungkapdengan kata “kepunyaanku” terbatas, namun proses yang menyebabkan kesatuan-kesatuan yang lebih luas (seperti Negara, karier, atau agama) menjadi “kepunyaanku” sekarang terbentuk. Ini adalah permulaan dari kemampuan orang untuk memperpanjang dan memperluas dirinya, untuk memasukkan tidak hanya benda-benda tetapi juga abstraksi-abstraksi, nilai-nilai, dan kepercayaan-kepercayaan.
Gambaran diri. Gambaran diri berkembang pada tingkat berikutnya. Hal ini menunjukkan bagaimana anak melihat dirinya dan pendapatnya tentang dirinya. Gambaran ini (atau rangkaian gambaran-gambaran) berkembang dari interaksi-interaksi antara orangtua dan anak. Lewat pujian dan hukuman, anak bahwa orangtuanya mengharapkannya supaya menampilkan tingkah laku-tingkah laku tertentu dan menjauhi tingkah laku-tingkah laku lain. Orangtua dapat menyebut anak itu “baik” sebagai reaksi terhadap beberapa tingkah laku dan “buruk” sebagai reaksi terhadap tingkah laku-tingkah laku lain. Dengan mempelajari harapan-harapan orangtua ini, anak mengembangakan dasar untuk suaru perasaan tanggung jawab moral serta untuk perumusan tentang tujuan-tujuan dan intensi-intensi.
Diri sebagai Pelaku Rasional. Setelah anak mulai sekolah, diri sebagai pelaku rasional mulai timbul. Aturan-aturan dan harapan-harapan baru dipelajari dari guru-guru dan teman-teman sekolah serta hal yang lebih penting ialah diberikannya aktivitas-aktivitas dan tantangan-tantangan intelektual. Anak belajar bahwa dia dapat memecahkan masalah-masalah dengan menggunakan proses-proses yang logis dan rasional.
Perjuangan Proprium (propriate striving). Dalam masa adolesensi, perjuangan proprium (propriate striving) – tingkat terakhir dalam perkembangan diri (selfhood) – timbul. Allport percaya bahwa adolesensi merupakan suatu masa yang sangat menentukan. Orang sibuk dalam mencari identitas-diri yang baru, sangat berbeda dari identitas-diri pada usia 2 tahun. Pertanyaan “siapakh saya” adalah sangat penting. Karena didorong dan ditarik dalam arah-arah berbeda oleh orangtua dan kawan-kawab sebaya, anak remaja itu mengadakan percobaan dengan kedok-kedok dan peranan-peranan, menguji gambaran-diri, berusaha menemukan suatu kepribadian orang dewasa. Segi yang sangat penting dari pencarian identitas ini adalah definisi suatu tujuan hidup. Pentingnya pencarian ini yakni untuk pertama kalinya orang memperhatikan masa depan, tujuan-tujuan dan impian-impian jangka panjang.
Berbarengan dengan ini, ialah perkembangan dari daya dorong ke depan. Intensi-intensi, aspirasi-aspirasi, dan harapan-harapan orang itu mendorong kepribadian yang matang. “Sasaran-sasaran yang menentukan” ini dalam pandangan Allport sangat penting untuk kepribadian sehat.
Tujuh tingkat diri atau proprium ini berkembang dari masa bayi sampai masa adolesensi. Suatu kegagalan atau kekecewaan yang hebat pada setiap tingkat melumpuhkan penampilan tingkat-tingkat berikutnya serta menghambat integrasi harmonis dari tingkat-tingkat itu dalam  proprium. Dengan demikian pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak sangat penting dalan perkembangan kepribadi yang sehat.

PERKEMBANGAN KEBRIBADIAN YANG SEHAT
Allport tidak menggambarkan.perkembangan kepribadian menurut tingkat-tingkat yang jelas, seperti halnya dengan perkembangan diri. Kekurangan perhatian terhadap perkembangan kepribadian ini adalah sesuai dengan kepercayaannya bahwa kepribadian dewasa lebih merupakan fungsi dari masa sekarang dan masa yang akan datang seseorang daripada masa lampaunya. Hanya pada orang neurotis terdapat suatu hubungan fungsional yang bersinambungan antara anak dan orang dewasa. Meskipun demikian, Allport menerangkan pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak tertentu yang berbeda antara orang-orang neurotis terdapat suatu hubungan fungsional yang bersinambungan antara anak dan orang dewasa. Meskipun demikian, Allport menerangkan pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak tertentu yang berbeda antara orang neurotis dan orang-orang sehat, da nada gunanya kalau menyelidiki pengalaman-pengalaman itu secara singkat.



Sumber:
Schultz, Duane. Psikologi Pertumbuhan, Model-model Kepribadian Sehat. (1991). Yogyakarta: Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar